Kortikosteroid merupakan terapi yang efektif dalam menghilangkan nyeri dan gejala-gejala lain dari berbagai kondisi autoimun, seperti artritis rematoid, lupus, sindroma nefrotik, dan lain sebagainya. Namun demikian, seperti obat-obatan lain, kortikosteroid memiliki beberapa efek samping yang harus diperhatikan. Semakin tinggi dosis harian dan semakin lama waktu konsumsi obat, semakin besar risiko terjadinya efek samping yang tidak diinginkan. Maka dari itu, perlu kita ketahui beberapa efek samping dari kortikosteroid yang umum ditemukan, serta cara mengenalinya supaya kita bisa mengantisipasi dan mencegahnya.
Peningkatan kadar gula darah
Penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan glukoneogenesis atau pembentukan glukosa (gula) baru, baik di perifer maupun di hepar hati. Hal tersebut menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi, sehingga berisiko bila dikonsumsi oleh pasien diabetes, pasien dengan berat badan berlebih, dan wanita hamil yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat diabetes. Kadar gula darah merupakan suatu hal yang penting untuk diukur secara berkala saat melakukan kunjungan ulang ke dokter.
Namun peningkatan gula darah tersebut bersifat sementara, dan dapat terkontrol bila dosis kortikosteroid diturunkan atau dihentikan, tentunya dengan supervisi dari dokter, agar pasien tidak menurunkan dosis sendiri atau menghentikan obat secara tiba-tiba karena dapat timbul efek yang tidak diinginkan.

Peningkatan berat badan dan penumpukkan lemak tubuh
Penggunaan kortikosteroid dapat meningkatkan nafsu makan. Bila tidak dijaga dengan baik, dapat terjadi peningkatan berat badan. Selain itu penggunaannya juga memiliki efek pada jaringan, pembentukan, serta distribusi lemak. Terutama pada penggunaan dengan dosis besar dan jangka waktu panjang, dapat menyebabkan penumpukkan lemak tubuh di tempat tertentu, seperti contohnya pada daerah leher dan wajah (moon face), leher bagian belakang (buffalo hump), dan perut. Namun sebaliknya, lemak pada kaki dan tangan akan menghilang, karena kepekaannya berbeda, meskipun terhadap hormon yang sama. Gejala-gejala tersebut merupakan kumpulan gejala yang disebut dengan sindrom Cushing. Sindrom Cushing disebabkan oleh kadar hormon kortisol yang terlalu tinggi dalam tubuh. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan obat jenis kortikosteroid dalam dosis tinggi dan jangka panjang.
Peningkatan resiko tekanan darah tinggi (hipertensi)
Kortikosteroid dapat menyebabkan hipertensi melalui efek mineralokortikoid yaitu dengan meningkatkan retensi garam (natrium) dan air di ginjal, ekspansi volume plasma, dan akhirnya meningkatkan tekanan darah. Meningkatnya kadar natrium sebanding dengan meningkatnya volume darah, yang dapat menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi (hipertensi). Semakin besar dan lama dosis terapi kortikosteroid maka semakin besar efek samping yang didapat. Adanya riwayat hipertensi pada keluarga juga perlu diketahui karena dapat meningkatkan resiko seseorang untuk hipertensi.

Kerapuhan tulang (osteoporosis)
Setiap hari, sel-sel tulang yang lama akan digantikan dengan sel-sel tulang yang baru. Pembentukan tulang itu sendiri dibantu oleh protein. Namun, kortikosteroid dapat mempercepat kematian sel-sel tulang, serta menurunkan sintesis protein, sehingga dapat menyebabkan menurunnya kepadatan tulang. Kortikosteroid juga mempengaruhi metabolism kalsium dengan cara menurunkan penyerapan kalsium pada saluran pencernaan dan membuang kalsium melaui ginjal. Diketahui bahwa massa tulang dapat berkurang 10-20% dalam penggunaan kortikosteroid selama 6 bulan pertama. Selain itu, terdapat pula efek samping miopati pada penggunaan kortikosteroid yang menyebabkan kelemahan otot dan menjadi salah satu faktor meningkatnya resiko jatuh.

Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan bagian atas yaitu oesofagus (saluran makanan), lambung, dan duodenum (bagian pertama usus kecil), dapat teriritasi bila mengonsumsi kortikosteroid terutama bila dosis tinggi. Produksi dari lapisan mukosa proteksi di lambung akan terganggu. Pemakaian yang lebih lama meningkatkan resiko terjadinya tukak (ulkus) pada lambung atau duodenum. Gejala-gejala dari gangguan pencernaan yang perlu dikenali adalah nyeri perut atau ulu hati yang berat dan menetap, atau feses yang berwarna hitam. Resiko akan meningkat bila pasien secara bersamaan juga mengonsumsi obat anti inflamasi non steroid seperti ibuprofen dan aspirin.
Gangguan sistem kekebalan tubuh
Steroid bekerja dengan cara mengurangi inflamasi dan mengurangi aktivitas sistem imun atau kekebalan tubuh. Inflamasi merupakan suatu proses dimana sel-sel darah putih serta zat-zat kimia tubuh memberikan perlindungan dari infeksi dan zat-zat asing seperti bakteri dan virus. Kortikosteroid dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh dengan cara menurunkan peran sel-sel darah putih sehingga menurunkan proteksi dari sistem imun tubuh kita. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun, maka orang tersebut akan rentan terhadap infeksi bakteri, virus, dan jamur. Perlu dikenali beberapa tanda-tanda kemungkinan terjadinya infeksi seperti demam tinggi, batuk produktif atau terus menerus, nyeri saat berkemih, lepuhan-lepuhan pada kulit, dan lainnya.
Gejala putus obat
Pada penggunaan kortikosteroid dengan dosis besar atau penggunaan dalam jangka waktu lama, seperti pada pasien yang menderita Sindrom Nefrotik, Lupus, Artritis Rematoid, dan lain-lain, terutama lebih dari dua minggu, tubuh akan mengkompensasi dengan menurunkan produksi kortikosteroid alami, karena ia memperoleh kortikosteroid sintetis. Penghentian obat secara tiba-tiba akan menyebabkan ketersediaan hormon steroid di tubuh berkurang dan menyebabkan timbulnya efek-efek yang tidak diinginkan. Tubuh akan merasa bahwa dirinya belum siap untuk memproduksi steroid lagi, dan dapat mengalami gejala-gejala kekurangan steroid, seperti kelemahan umum, rasa pegal-pegal, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, tekanan darah rendah, kadar gula darah yang rendah, dan lain-lain.
Meskipun kortikosteroid memiliki beberapa efek samping yang telah disebutkan diatas, bukan berarti kita tidak boleh mengonsumsi obat tersebut, selama obat tersebut dikonsumsi dengan indikasi yang kuat, disupervisi oleh dokter, rutin melakukan kunjungan ulang sesuai yang dijadwalkan, dan mengenali efek samping serta tanda-tandanya. Selain itu perlu juga diketahui beberapa cara untuk meminimalisir efek samping dari penggunaan kortikosteroid. Silahkan baca lebih lanjut di artikel mengenai bagaimana cara mencegah efek samping kortikosteroid di sini ya.
Selamat malam dokter Steven,
Tolong info apakah bisul sering timbul karena autoimun lupus?
Terima kasih.
SukaSuka
Penyebab bisul biasanya infeksi, bisa karena daya tahan tubuh turun, ada baiknya dievaluasi oleh dokter ahli autoimun ya
SukaSuka