90Tahun 2015 ini ada yang spesial dari peringatan hari AIDS sedunia, ini merupakan tahun pertama dari penerapan strategi baru dalam usaha memerangi HIV-AIDS. Strategi yang mulai didengungkan oleh UNAIDS pada tahun 2014 disebut sebagai strategi 90-90-90. Strategi ini merupakan usaha untuk menekankan potensi terapi antiretroviral (ARV) untuk merubah arah epidemi HIV secara besar-besaran. Baru-baru ini semakin disadari potensi ARV untuk memperbaiki kualitas dan memperpanjang harapan hidup Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA). Dengan dikembangkannya obat-obatan ARV efektif dan dengan efek samping yang minimal, saat ini dimungkinkan dimulainya pengobatan lebih awal, sebelum virus mempunyai kesempatan untuk merusak sistem imun.

Terapi ARV yang bekerja dengan menekan jumlah virus di dalam darah sampai kadar yang tidak terdeteksi telah terbukti mampu menekan risiko transmisi HIV. Tahun 2011 studi acuan HPTN 052, membuktikan untuk pertama kali bahwa pengobatan dini dapat menurunkan risiko penularan HIV heteroseksual secara signifikan. Selain itu analisis awal studi PARTNER tahun 2014 menunjukkan inisiasi ARV pada pasangan gay atau Lelaki Seks Lelaki (LSL) juga menurunkan risiko penularan HIV secara signifikan.

Meskipun dengan bukti-bukti meyakinkan akan manfaat inisiasi dini terapi ARV, sampai saat ini masih banyak hambatan dalam kontinuum layanan ODHA. Sehingga adopsi dini ARV, bahkan di negara-negara maju masih menemui banyak hambatan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melalui UNAIDS menetapkan inisiasi ARV dapat dilakukan sedini mungkin (kadar CD4 ≤500), beberapa negara maju mengusulkan inisiasi ARV pada level CD4 berapapun, sedangkan di Indonesia kita masih menggunakan batasan ≤350. Untuk memaksimalkan cakupan layanan ARV dan menghilangkan kesenjangan dalam kontinuum layanan maka UNAIDS mencetuskan strategi 90-90-90 yang berisi:

  • 90% dari semua ODHA tahu mengenai status mereka;
  • 90% dari mereka yang terdiagnosis terinfeksi HIV menerima terapi ARV berkelanjutan; dan
  • 90% mereka yang menerima ARV berhasil menekan kadar viral sampai tidak terdeteksi.

Apabila strategi ini berhasil, maka 81% dari individu dengan infeksi HIV akan mendapatkan terapi dan 73% mempunyai beban virus tidak terdeteksi – indikator kesuksesan terapi – dan oleh karenanya mempunyai risiko menularkan yang lebih rendah. Studi-studi prediksi menunjukkan apabila kita berhasil mencapai target ini, maka pada tahun 2030 penyebaran epidemik HIV dapat diakhiri. Perbedaan pendekatan ini dibandingkan dengan sebelumnya adalah fokus pada kaskade terapi dan melihat alur luaran yang diperlukan untuk mencapai hasil maksimum pengobatan. Komponen yang ada termasuk diagnosis HIV, keterlibatan dalam perawatan dan pengobatan, dan supresi beban virus. Pendekatan baru ini berarti kita perlu bergerak dari fokus tradisional yang sempit kepada peningkatan akses layanan terapi HIV dan respons yang lebih luas termasuk penjangkauan, pemeriksaan dan diagnosis, keterlibatan, serta keberlanjutan dalam layanan, pengobatan dan dukungan.

Selain itu kita juga memerlukan perluasan usaha pencegahan kepada populasi-populasi kunci yang paling terdampak oleh HIV. Beberapa populasi kunci yang diidentifikasi oleh UNAIDS termasuk pengguna narkoba suntikan, LSL, wanita pekerja seks dan waria. Namun demikian kita juga memerlukan suatu usaha terkoordinasi untuk memastikan bahwa ODHA terinformasi, terlibat dan terkait dengan layanan yang beragam di dalam respons HIV, termasuk layanan pencegahan.