Hari Kamis kedua bulan Maret, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 12 Maret diperingati sebagai Hari Ginjal Sedunia (HSG). Hari Ginjal Sedunia diperingati mulai tahun 2006 dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ginjal terhadap kualitas kesehatan individu, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas terkait permasalahan ginjal. Tahun ini HSG 2015 mengambil tema “Kesehatan Ginjal untuk Semua” untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dalam rangka memperbaiki dan mempertahankan kesehatan ginjal kita.
Banyak cara dapat dilakukan untuk mempertahankan kesehatan ginjal, namun demikian HSG 2015 menetapkan 8 aturan emas yang dapat dilakukan disetiap tingkatan masyarakat. Kedelapan aturan tersebut adalah: Jaga kesehatan dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur; Periksakan kadar gula darah secara rutin; Pantau tekanan darah; Makan makanan sehat dan jaga berat badan; Pertahankan asupan cairan yang cukup (1,5-2 liter per hari); Jangan merokok; Hindari konsumsi berlebihan obat penghilang rasa sakit; Periksakan fungsi ginjal anda apabila anda berisiko tinggi (diabetes, hipertensi, riwayat keluarga, obesitas, ras Asia/Afrika/Aborigin).
Salah satu poin dari delapan aturan di atas, hindari konsumsi berlebihan obat penghilang rasa sakit, merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia. Pengawasan yang kurang ketat terhadap industri obat tradisional, pemahaman masyarakat yang kurang mengenai bahaya obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) dan kurangnya kehati-hatian dokter dalam memberikan analgetik seringkali memperberat gangguan fungsi ginjal pasien-pasien kita. Terlebih pasien-pasien dengan risiko tinggi gangguan ginjal, seperti diabetes dan usia lanjut, seringkali datang dengan berbagai masalah nyeri.
Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan pada saat memberikan analgetik pada pasien dengan risiko tinggi. Pasien-pasien dengan hipertensi lama, diabetes dan usia lanjut (>60 tahun) sebaiknya tidak diberikan OAINS. Apabila diperlukan analgetik maka parasetamol, opioid sintetik dan opioid dapat menjadi pilihan sesuai dengan derajat nyeri. Selain itu adjuvan analgetik juga dapat diberikan sesuai dengan kelainan penyerta yang ditemukan, seperti anti-ansietas, anti-depresan dan neuroleptik. Pada kasus-kasus tertentu yang membutuhkan OAINS maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum, saat dan sesudah pemberian jangka panjang. Pemakaian OAINS sebaiknya dihentikan apabila terjadi peningkatan kreatinin ≥25% dari nilai awal. Pada pasien yang mendapatkan anti-hipertensi golongan penghambat ACE atau penyekat reseptor angiotensin pemberian OAINS sebaiknya juga dihindari, karena kombinasi kedua obat tersebut dapat mengganggu autoregulasi perfusi ginjal.
Dokter layanan primer sebagai ujung tombak layanan kesehatan di Indonesia dapat mengambil peranan penting untuk menekan jumlah penggunaan OAINS tidap tepat sasaran di masyarakat. Tidak hanya dari sisi layanan medis, melainkan juga edukasi mengenai bahaya konsumsi OAINS jangka panjang dan banyaknya suplemen serta obat tradisional yang mungkin mengandung zat aktif tertentu dalam produksinya. Melalui peran serta dokter yang lebih aktif dalam mencerdaskan masyarakat, mari kita sukseskan Kesehatan Ginjal untuk Semua.