Discoid lupus atau lupus diskoid adalah salah satu bentuk dari penyakit lupus eritematosus yang terbatas pada kulit dan bersifat kronik atau berkepanjangan. Lupus diskoid timbul akibat suatu proses peradangan yang terus menerus, yang dipicu oleh kondisi dimana sel imun yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang sel – sel tubuh yang normal. Kondisi ini disebut sebagai autoimun.1 Lupus diskoid dapat dialami oleh baik laki – laki maupun perempuan. Akan tetapi, lupus diskoid 5 kali lebih sering ditemukan pada perempuan, terutama perempuan usia 20 – 40 tahun, daripada laku – laki.2

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya lupus diskoid. Faktor pertama adalah genetic. Terdapat gen – gen tertentu seperti TYK2, IRF5 dan CTLA4, yang dapat membuat seorang individu lebih mungkin untuk mengalami lupus. Faktor selanjutnya adalah paparan terhadap radiasi ultraviolet atau sinar matahari.1 Paparan terhadap sinar matahari dapat memicu timbulnya stress pada sel kulit keratinosit sehingga kemudian terbentuk ruam – ruam merah, yang lama kelamaan dapat berkembang menjadi ruam berbentuk koin dengan batas jelas (ruam diskoid). Faktor ketiga yang mempengaruhi terbentuknya lupus diskoid adalah merokok. Racun dari rokok menyebabkan peningkatan angka kematian sel dan kerusakan pada DNA. Hal – hal tersebut semakin memperparah proses peradangan yang terjadi dalam tubuh.3 Faktor selanjutnya adalah hormon. Hormon estrogen dapat meningkatkan jumlah dan ketahanan dari sel – sel imun yang menyebabkan kondisi autoimun. Akibatnya, hal ini dapat memicu timbulnya penyakit lupus pada individu yang memang sudah memiliki kecenderungan genetic autoimun.2 

Dalam wawancara medis, dokter dapat menggali riwayat pasien untuk melihat ada atau tidaknya faktor- faktor pencetus dari lupus diskoid. Pasien juga dapat melaporkan adanya pruritus atau rasa gatal pada daerah ruam, namun sebagian besar pasien dengan penyakit ini tidak bergejala. Pada pemeriksaan fisik, temuan khas yang menandakan lupus diskoid antara lain adalah adanya ruam kemerahan dengan pengelupasan yang sudah berlangsung lama dan dapat meninggalkan bekas berwarna putih dan atau jaringan parut pada area tengah ruam. Ruam bisa terdistribusi pada daerah yang sering terpapar sinar matahari. Jika terjadi pada daerah kulit kepala, maka tanda – tanda kebotakan juga sering ditemukan.4 Jika temuan didapat pada daerah diatas leher maka disebut lupus diskoid terlokalisasi dan jika temuan didapat pada daerah diatas maupun bawah leher maka disebut lupus diskoid tergeneralisasi.

Lupus diskoid dapat disertai dengan lupus eritomatosus sistemik, dengan demikian, pemeriksaan laboratorium terhadap darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan air seni sebaiknya dilakukan untuk memastikan diagnosis.5 Beberapa pemeriksaan yang spesifik terhadap kondisi autoimun seperti pengitungan jumlah anti-nuclear antibody atau ANA juga biasa dilakukan. Pada pemeriksaan histopatologis, temuan seperti sel – sel radang, penebalan dasar sel membran, penyumbatan pada folikel, penebalan pada sel kulit terluar, dan menghilangnya pigmen warna kulit, dapat membantu menegakkan diagnosis lupus diskoid dan menyingkirkan diagnosis banding lain seperti kanker kulit. Dengan demikian, pasien dapat didiagnosis dan diberikan pengobatan yang sesuai.

Diharapkan untuk konsultasi dengan dokter jika memiliki gejala dari diskoid lupus atau temuan yang sudah disebutkan diatas, untuk mendapatkan penangan selanjutnya.

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat, 

Christin Carolin Soputri, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked 

Dr. Dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI 

Referensi 

1.        Oh EH, Kim EJ, Ro YS, Ko JY. Ten-year retrospective clinicohistological study of cutaneous lupus erythematosus in Korea. The Journal of Dermatology 2018; 45: 436–443. 

2.        Drenkard C, Parker S, Aspey LD, Gordon C, Helmick CG, Bao G et al. Racial Disparities in the Incidence of Primary Chronic Cutaneous Lupus Erythematosus in the Southeastern US: The Georgia Lupus Registry. Arthritis care & research 2019; 71: 95–103. 

3.        Parisis D, Bernier C, Chasset F, Arnaud L. Impact of tobacco smoking upon disease risk, activity and therapeutic response in systemic lupus erythematosus: A systematic review and meta-analysis. Autoimmunity Reviews 2019; 18: 102393. 

4.        Udompanich S, Chanprapaph K, Suchonwanit P. Hair and Scalp Changes in Cutaneous and Systemic Lupus Erythematosus. American Journal of Clinical Dermatology 2018; 19: 679–694. 

5.        Flynn A, Gilhooley E, O’Shea F, Wynne B. The use of SLICC and ACR criteria to correctly label patients with cutaneous lupus and systemic lupus erythematosus. Clinical Rheumatology 2018; 37: 817–818.