Demam merupakan gejala yang paling sering menyebabkan anak dibawa berobat ke dokter. Secara khusus, anak yang paling sering dibawa ke dokter umumnya yang berusia di bawah 3 tahun. “Ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum memutuskan apa yang harus dilakukan selanjutnya ketika menerima pasien dengan keluhan demam,” papar DR. Dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K), MCTM, dari FK Universitas Padjajaran dalam acara Bogor Pediatric Update 2015, bulan Maret 2015 lalu.

Yang perlu diingat pertama kali adalah bahwa demam adalah bukan penyakit melainkan gejala dari respons tubuh pejamu untuk melawan rangsangan tertentu, baik berupa infeksi maupun bukan infeksi. Khusus untuk penyebab infeksi, justru demam memberikan keuntungan karena berfungsi melawan infeksi, lanjut DR. Djatnika. Jadi bagaimanapun yang penting adalah mencari apa penyebab demamnya.

Untuk mencari penyebab demam, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik. Kadang kala perlu pemeriksaan penunjang juga, baik laboratorium maupun pencitraan. “Masalahnya, ada kalanya meskipun setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, tidak dapat segera dipastikan apa penyebabnya. Di sini perlu diputuskan pengobatan selanjutnya,” lanjutnya. Kondisi seperti ini biasanya disebut sebagai demam tanpa penyebab / sumber yang jelas (fever without source / FWS).

“Sebagai langkah pertama, bila pasien dalam usia neonatus (0-28 hari) demam dengan suhu rektal di atas 380 C, baik bayi tersebut tampak toksik atau tidak, sebaiknya pasien dirawat inap untuk full sepsis workup dan diberikan antibiotik intravena empiris,” pesan dokter anak konsultan penyakit tropik dan infeksi ini. Paling idealnya, segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap, morfologi darah tepi, kultur darah, kultur urin, urinalisa, punksi lumbal dan foto rontgent toraks.

Untuk usia 1-3 bulan, bila pasien demam, pasien boleh pulang dan kontrol dalam 12 jam apabila sebelumnya sehat, tidak tampak toksik, leukosit 5.000 – 15.000, urinalisis normal, LP normal (dilakukan rutin bila < 2bulan), dan rontgen toraks normal (dilakukan bila ada gangguan pernapasan). Bila kriteria di atas tidak terpenuhi, maka sebaiknya pasien dirawat inap dan diberikan antibiotik intra vena secara empiris. Sedangkan untuk anak usia di atas 3 bulan, anak yang mengalami demam dengan sumber tidak jelas dianjurkan dirawat bila tampak toksik. Sedangkan bila anak masih tampak cukup baik, dapat dilakukan rawat jalan namun dilakukan pemeriksaan penunjang yang baik dan observasi perkembangannya lebih lanjut.

“Mengenai terapi antipiretik, memang pada saat ini terdapat pro dan kontra,” lanjut Dr. Djatnika. Sebagian ahli berpendapat perlu segera diberikan antipiretik dengan alasan demam dapat membahayakan, dapat menimbulkan risiko kejang demam, dan membuat orang tua cemas. Namun sebagian ahli berpendapat bahwa demam akan sembuh sendiri dan tidak ada bukti ilmiah bahwa pemberian antipiretik dapat menurunkan kejadian kejang demam, sedangkan di sisi lain demam mempunyai efek proteksi melawan infeksi.

“Yang perlu dipahami juga, bahwa pemberian antipiretik tujuannya adalah memberikan kenyamanan pada anak. Jadi perlu dipertimbangkan juga cara dan waktu pemberian yang nyaman bagi anak. Jadi jangan anak sedang pulas tidur tenang, lalu justru dibangunkan karena dipaksa minum obat demamnya. Ini justru membuat istirahatnya tidak optimal,” lanjutnya. “Untuk pemberian antipiretik yang dianjurkan untuk pasien anak adalah ibuprofen dan parasetamol. Sedangkan metampiron atau metamizol tidak dianjurkan untuk digunakan,” lanjutnya ketika ditanyakan tentang pilihan obat demam.