Apa itu alergi susu sapi?
Alergi susu sapi, atau yang dapat disebut alergi protein pada susu sapi adalah penyebab alergi paling umum pada bayi dan anak kecil. Umumnya gejala timbul ketika bayi berumur 2-6 bulan dan rata-rata pada minggu ke-4, namun terkadang gejala dapat muncul pada minggu pertama setelah bayi lahir. Alergi tersebut mempengaruhi 1 dalam 50 bayi di bawah 1 tahun. Mayoritas anak kecil tidak akan memiliki alergi tersebut ketika sudah mencapai umur 5 tahun.1 Alergi awalnya timbul 1 minggu setelah adanya paparan terhadap protein susu sapi yaitu melalui konsumsi susu formula atau melalui ASI dari ibu yang mengonsumsi susu sapi.2

Bagaimana mengenali alergi susu sapi?
Alergi protein susu sapi dapat mengakibatkan berbagai gejala mulai dari reaksi kulit, masalah pencernaan, gejala flu, dan eksim yang tidak membaik dengan terapi. Reaksi kulit diantaranya ruam gatal dan pembengkakan bibir, wajah, dan sekitar mata bayi. Masalah pencernaan berupa sakit perut yang disertai muntah, diare, konstipasi, atau adanya darah pada BAB bayi. Gejala flu mencakup pilek, hidung mampet, bersin, dan mata yang gatal. Gejala tersebut dapat timbul beberapa menit setelah bayi mengonsumsi susu sapi atau adanya reaksi terlambat dimana gejala timbul beberapa jam sampai hari setelah konsumsi susu sapi. Alergi protein susu sapi juga dapat menyebabkan gejala alergi berat seperti pembengkakan mulut dan tenggorokan, mengi, batuk, sesak napas, dan pernapasan yang sulit dan berisik. Reaksi alergi yang berat atau anafilaksis merupakan keadaan medis gawat darurat dan membutuhkan pertolongan segera.3
Bagaimana dokter mendiagnosis alergi susu sapi?
Semua alergi makanan disebabkan oleh malfungsi dari sistem imun tubuh. Alergi susu sapi harus dibedakan dengan intoleransi protein susu yang tidak berhubungan dengan sistem imun. Gejala umum dari intoleransi protein susu lebih mengarah pada masalah pencernaan seperti rasa kembung dan diare setelah mengonsumsi susu atau produk yang mengandung susu.4 Diagnosis alergi protein susu sapi didapatkan dari respons bayi terhadap eliminasi protein susu sapi dari pola makan bayi dan pemberian kembali dari protein susu sapi tersebut.1 Dokter juga dapat melakukan beberapa tes untuk memastikan bahwa bayi anda mempunyai alergi protein susu sapi.
Bagaimana dokter mengobati alergi susu sapi?
Menghindari protein susu sapi adalah satu-satunya terapi yang dapat dilakukan pada alergi susu sapi. Pada bayi yang mengonsumsi susu formula, eliminasi susu sapi dari pola makan bayi dapat dilakukan dengan pemberian susu formula khusus tanpa protein susu sapi, dalam bentuk susu formula, susu formula asam amino, atau susu formula kedelai. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, dilakukan eliminasi protein susu sapi dari pola makan ibu dan bayi. Ibu dapat kembali memberi ASI pada bayi setelah 3 hari eliminasi susu sapi dari pola makan ibu. Selama 72 jam tersebut, ibu dapat mengonsumsi suplemen kalsium untuk menggantikan asupan susu.2
Bagaimana mencegah reaksi alergi susu sapi?
Pencegahan reaksi alergi dengan menghindari susu sapi atau produk yang mengandung susu sapi seperti susu, mentega, yoghurt, es krim, dan keju. Mayoritas bayi yang memiliki alergi protein susu sapi dapat mentoleransi hal tersebut ketika berumur 5 tahun, terutama pada akhir tahun pertama. Ketika bayi yang didiagnosa dengan alergi susu sapi ditempatkan pada program eliminasi atau eksklusi susu sapi, maka introduksi dan evaluasi kembali perlu dilakukan setiap 6 bulan pada anak dibawah 1 tahun atau setiap 6-12 bulan pada anak berusia diatas 1 tahun. Hal tersebut dilakukan untuk menilai apakah anak sudah dapat mentoleransi protein susu sapi.1 Suplementasi probiotik juga dapat meningkatkan kecepatan toleransi protein susu sapi pada bayi dengan alergi protein susu sapi.5
Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Amanda Putri Halim, S. Ked
Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI