Skleroderma merupakan kondisi dimana terdapat gangguan pada kulit yang ditandai dengan adanya pengerasan dan penebalan pada beberapa bagian kulit. Penyebab penyakit skleroderma masih belum diketahui secara pasti, namun diduga terjadi akibat adanya aktivitas sistem pertahanan tubuh yang tidak terkontrol sehingga produksi kolagen menjadi berlebihan. Kolagen merupakan protein yang membentuk jaringan ikat pada tubuh, termasuk kulit. Produksi dan akumulasi kolagen yang berlebih pada sel jaringan ikat menyebabkan jaringan tersebut fibrosis (membentuk jaringan parut dan mengeras).1

Aktivitas sistem imun yang berlebihan tersebut diperkirakan berkaitan dengan genetik dari keluarga. Selain penebalan dan pengerasan kulit sebagian besar penderita mengalami kulit kering, gatal, perubahan warna kulit dan pembuluh darah yang semakin lama jelas terlihat. Skleroderma yang terdapat pada kulit disebut skleroderma terlokalisasi.1,2

Pemilihan produk untuk kulit dengan skleroderma

Skleroderma tidak dapat sembuh, namun terdapat beberapa terapi untuk membantu meringankan gejala. Kulit yang sangat kering lebih mudah terluka dan infeksi untuk mengatasi ini penderita dapat menggunakan krim atau lotion pelembab tanpa pewangi yang digunakan setelah mandi, setelah mencuci tangan serta setelah mencuci piring atau pakaian. Gunakan sabun dengan kandungan yang lembut seperti sabun bayi, sabun yang mengandung banyak detergen dan antibakterial dapat memperparah kondisi kulit. Penggunaan sabun dilakukan secara lembut dan bilas dengan air hangat, sebab kulit penderita skleroderma kering dan rapuh. Penggunaan alat pelembab udara (humidifier) juga dapat membantu menjaga kondisi kulit tetap lembab.2

Hal yang harus dihindari pada skleroderma

Kulit pada penderita skleroderma menebal dan keras akibat meningkatnya produksi kolagen, oleh karena itu penderita disarankan untuk menghindari produk perawatan kulit yang mengandung kolagen,prosedur injeksi kolagen serta prosedur filler. Prosedur lain yang harus dihindari penderita adalah tato permanen termasuk tato pada wajah (sulam alis, bibir, dsb.).3

Tips memperbaiki sirkulasi pada skleroderma

Kulit yang menebal dan luka cenderung menimbulkan sirkulasi yang buruk pada daerah sekitar kulit, penggunaan bantal hangat dapat meningkatkan aliran darah dan membantu sirkulasi pada bagian kulit tersebut, apabila kulit terasa gatal penderita dapat mengoleskan balsam (sejenis menthol) untuk mengurangi rasa gatal.3,4

Beberapa terapi diatas dapat dilakukan untuk membantu meringankan gejala pada kulit yang gatal, kering serta tebal, namun penderita tetap harus melakukan pemeriksaan rutin khususnya pada dokter spesialis kulit dan dokter spesialis imunologi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.3-5

Pilihan terapi yang dapat membantu pada skleroderma

Dokter juga dapat memberikan obat-obatan maupun terapi lain untuk membantu gejala, beberapa pengobatan yang mungkin diberikan yaitu kortikosteroid, imiquimod krim, Tacrolimus ointment. Terapi yang diberikan dapat berupa terapi sinar UV, yang dapat menembus lapisan kulit dalam untuk mengurangi penebalan kulit. Pada area kulit yang gelap dapat dilakukan perawatan Intense pulsed light (IPL), pada pembuluh darah yang semakin jelas terlihat dapat menggunakan terapi laser, jika dianjurkan oleh dokter yang merawat.6

Salam sehat bermanfaat,

Amelia, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI

Referensi:

  1. Topics H. Scleroderma [Internet]. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases. 2020. Available from: https://www.niams.nih.gov/health-topics/scleroderma
  2. Fett N. Morphea (Localized Scleroderma). JAMA Dermatology. 2013;149(9):1124.
  3. Scleroderma: Diagnosis and treatment [Internet]. Aad.org. 2020. Available from: https://www.aad.org/public/diseases/a-z/scleroderma-treatment
  4. Das S, Bernstein I, Jacobe H. Correlates of self-reported quality of life in adults and children with morphea. Journal of the American Academy of Dermatology. 2015;70(5):904-910.
  5. Rannou F. Effect of rehabilitation in systemic sclerosis. Annals of Physical and Rehabilitation Medicine. 2015;58:e120