Alergi adalah salah satu penyakit yang paling umum ditemui di masyarakat. Alergi sendiri merupakan suatu reaksi yang dihasilkan oleh tubuh ketika terpapar suatu bahan di lingkungan yang disebut alergen. Penyakit alergi termasuk diantaranya rhinitis alergi, asma alergi, dermatitis alergi, konjunctivitis alerfi anafilaksis, reaksi alergi akibat makanan atau obat.1,2 Tubuh pada umumnya memiliki sistem pertahanan imun yang menghasilkan antibody untuk melawan penyakit. Tetapi pada orang dengan penyakit alergi, terjadi peningkatan aktivitas antibody atau ketidakseimbangan sistem imun dan pada akhirnya akan menimbulkan reaksi maupun gejala klinis alergi.1,3 Setelah menghindari alergen dan konsumsi obat alergi, pengobatan selanjutnya adalah terapi imunomodulator.4
Terapi imunomodulator bekerja untuk mengurangi aktivitas sel – sel imun untuk mengatasi berbagai manifestasi penyakit alergi. Terapi imunomodulator yang telah digunakan antara lain adalah imunoterapi.3,4 Terapi imun ini berkerja dengan cara membuat tubuh lebih mentoleransi adanya paparan dari alergen. Konsep terapi ini melibatkan pemberian sedikit demi sedikit dan secara bertahap meningkatkan dosis alergen untuk menginduksi adanya toleransi imun. Terapi ini dapat dikatakan unggul karena target pengobatan lebih spesifik dan lebih dalam. Target imunomodulator adalah satu atau lebih zat dalam proses kekebalan untuk mengurangi respons alergi inflamasi dan membatasi gejala alergi.3,4
Terapi imunomodulator diindikasikan jika gejala alergi tidak terkontrol setelah menghindari alergen dan konsumsi obat dan pada alergi dengan gejala yang berat hingga mengancam nyawa.4 Terapi imunomodulator termasuk memberikan berbagai komponen sistem imun seperti imunoglobulin dalam bentuk plasma. Selain itu, terapi imunomodulator dapat menggunakan juga bahan yang dapat merubah respons imun. Bahan yang disebut imunostimulator itu dapat dibagi menjadi bahan biologis seperti hormon, dan bahan sintetik, yaitu bahan yang diproses dalam laboratorium.5
Karena asma alergi merupakan penyakit alergi yang paling sering ditemukan, penggunaan imunomodulator paling sering diketahui pada penyakit asma. Walaupun demikian, imunomodulator tidak dapat menggantikan perawatan asma lainnya. Sebagian besar pasien dengan asma akan cenderung responsif terhadap obat – obatan asma, yaitu steroid. Namun, pada beberapa pasien dengan asma sangat berat tidak menunjukkan respon baik terhadap pengobatan steroid atau mungkin memerlukan dosis steroid yang sangat tinggi. Sedangkan konsumsi steroid yang berlebihan dapat menghasilkan beberapa efek samping. Imunoterapi dapat digunakan untuk kasus yang membutuhkan pilihan terapi selain penggunaan steroid.6
Hingga saat ini, terdapat hanya beberapa obat imunomodulator yang diizinkan oleh European Medicines Agency dan Food and Drug Administration (FDA) untuk penanganan asma alergi pada anak. Omalizumab telah disetujui untuk pasien berusia diatas 6 tahun dengan asma alergi persisten sedang hingga berat yang tidak terkontrol meskipun sudah mendapat kortikosteroid inhalasi dosis tinggi. Mepolizumba, beralizumab dan dupilumab diindikasikan pada anak usia diatas 12 tahun dan reslizumab untuk pasien dewasa usia diatas 18 tahun. Pada beberapa studi, dapat disimpulkan bahwa pengobatan dengan imunoterapi menghasilkan penurunan eksaserbasi asma, penggunaan kortikosteroid inhalasi dan perbaikan fungsi paru – paru serta gejala klinis.6,7

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Celine Kurniawan, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Novikov D. Allergy – hypersensitivity with hyperreactivity. 2020;
- Delves PJ. Overview of Allergic and Atopic Disorders – Immunology; Allergic Disorders. Merck Manuals Professional Edition. Merck Manuals; 2020.
- Jasaputra DK. Imunomodulator pada Penyakit Alergi. JKM. 2005;4(2).
- Nelson HS. Allergen immunotherapy now and in the future. Allergy Astha Proc. 2016;37(4):268-72.
- Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal. HTA Indonesia. 2004;
- Hamelmann E, Szefler SJ, Lau S. Severe asthma in children and adolescents. Allergy: European Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2019.
- Covar RA, Fleischer DM, Cho C, Boguniewicz M. Allergic Disorders. In: Hay Jr. WW, Levin MJ, Abzug MJ, Bunik M, editors. Current Diagnosis & Treatment: Pediatrics, 25e [Internet]. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2020.
dok, apakah untuk problem alergi akut (dermatitis atopic) dan menyerang mata (katarak) masih bisa dilakukan pengobatan terutama untuk matanya? kondisi mata skrg belum memungkinkan untuk operasi karena kulit masih bermasalah sekali; Asto jg tinggi 800; IgE: >10,000; IgG (EBV)>750
treatment apa yang tepat agar kondisi di atas bisa segera membaik supaya bisa segera dilakukan operasi; dan juga bagaimana supaya katarak dan kondisi kesehatan mata tetap termaintain supaya saat operasi nanti pemulihan masih bisa dimungkinkan?
terima kasih dok sebelumnya
SukaSuka
Mesti dievaluasi problem alerginya setinggi itu kenapa, karena kadar IgE yang tinggi biasa ada pencetusnya. Bila berkenan bisa jadwalkan konsultasi untuk evaluasi lebih lanjut.
SukaSuka