Diskoid lupus adalah sub-tipe dari Cutaneous Lupus Erythematosus (CLE) atau lupus eritematosus pada kulit yang merupakan penyakit inflamasi jaringan ikat akibat dari autoimunitas. Diskoid lupus termasuk ke dalam lupus eritematosus kulit yang bersifat kronik. Diskoid lupus dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering dialami oleh wanita di usia 40 hingga 50 tahun. Diskoid lupus ini bisa disertai dengan atau tanpa lupus eritematosus sistemik atau yang lebih dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE).1 Terdapat beberapa bukti bahwa interaksi dari beberapa faktor resiko seperti radiasi ultraviolet (UV), pengobatan, merokok, dan infeksi dapat memicu inflamasi berlebihan pada penyakit.2
Tanda pertama yang dapat ditemukan pada lesi discoid lupus adalah lesi kulit berwarna merah keunguan dan plak kecil yang permukaannya menebal. Lesi berkembang menjadi lesi klasik atau khas pada discoid lupus yaitu lesi berbatas tegas dan berbentuk seperti koin (discoid) dengan lapisan kulit yang menutupi plak kemerahan. Lesi ini bisa meluas dan dapat meninggalkan bekas dengan jaringan skar atau luka dan hipopigmentasi. DLE pada kulit kepala bisa berkembang menjadi alopesia yang tidak dapat diperbaiki. Umumnya lokasi lesi dari discoid lupus ini ada di wajah, telinga, dan kulit kepala. Sedangkan sisanya dapat muncul lesi diatas atau dibawah leher.1
Pengobatan discoid lupus yang diberikan sedini mungkin bisa membantu menghilangkan lesi kulit secara total, tetapi kegagalan pengobatan dapat menyebabkan jaringan luka yang permanen. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara dokter dan pasien untuk menangani diskoid lupus ini. Pertama – tama, pasien dengan diskoid lupus wajib memproteksi kulit dari paparan UV atau sinar dari matahari untuk mencegah munculnya lesi kulit. Pasien disarankan menggunakan sunscreen atau tabir surya 20 hingga 30 menit sebelum terpapar matahari dengan sunscreen SPF 50 dengan jumlah yang cukup. Disarankan menggunakan physical sunscreen yang memiliki kandungan filter UV titanium oxide dan zinc oxide yang memiliki spektrum luas atau memiliki proteksi lengkap terhadap kedua jenis UV, UVA dan UVB.3,5 Diperlukan juga pemberian suplementasi vitamin D karena pasien dengan diskoid lupus tidak mendapat vitamin D yang cukup dari sinar matahari.3
Selain itu, pasien yang merokok disarankan untuk berhenti merokok karena merokok adalah salah satu faktor pemicu. Yang ketiga adalah pemberian obat topical pada lesi diskoid lupus. Obat topical yang bisa diberikan adalah kortikosteroid yang efektif untuk menekan inflamasi. Kortikosteroid yang disarankan adalah yang memilliki potensi rendah (seperti methylprednisolone) untuk mencegah efek samping dari penggunaan kortikosteroid jangka panjang seperti dermatitis. Obat topical penghambat calcineurin seperti tacrolimus terbukti juga memberikan perbaikan lesi yang signifikan. Jika lesi diskoid lupus tidak responsif terhadap obat tipikal, dapat diberikan injeksi kortikosteroid langsung ke lesinya. Selain obat topical, pasien dengan diskoid lupus juga diberikan terapi sistemik dalam bentuk oral untuk menekan inflamasi yaitu obat anti-malaria. Hidroksiklorokuin lebih disarankan karena berdasarkan penelitian menunjukkan insiden efek samping yang lebih rendah. Obat oral lini kedua yang dapat diberikan adalah retinoid seperti Isotretinoin karena bersifat anti-keratosis dan anti-inflamasi.

Perlu diperhatikan bahwa semua pengobatan diskoid lupus harus dikonsultasikan dengan dokter dan tidak boleh ditangani sendiri tanpa pemantauan dokter.3,4
Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Elizabeth Celine, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- McDaniel B, Sukumaran S, Tanner LS. Discoid Lupus Erythematosus. 2020.
- Achtman J, Werth V. Pathophysiology of cutaneous lupus erythematosus. Arthritis Research & Therapy. 2015;17(1).
- Company-Quiroga J, Alique-García S, Romero-Maté A. Current Insights Into The Management Of Discoid Lupus Erythematosus. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 2019
- Winkelmann RR, Kim GK, Del Rosso JQ. Review and Assessment of Treatment Benefits Based on Oxford Centre for Evidence-based Medicine Criteria. Treatment of Cutaneous Lupus Erythematosus. 2013;6(1).
- Gabros S, Nessel TA, Zito PM. Sunscreens And Photoprotection. 2020.