Urtikaria adalah kelainan kulit berupa edema (bengkak) kulit dan mukosa lokal yang bersifat sementara dan area yang memerah (eritema) yang biasanya disertai oleh sensasi gatal yang menghilang dalam waktu satu hari.1 Pada umumnya urtikaria dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya, namun gejala yang ditimbulkannya tentu menyebabkan ketidaknyamanan bagi penderitanya. Urtikaria dapat berlangsung secara akut yaitu di bawah 6 minggu maupun secara kronik yaitu di atas 6 minggu yang dapat bertahan hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Reaksi alergi yang ditimbulkannya pun bervariasi mulai dari ringan hingga berat yang dapat mengancam nyawa.2 Urtikaria dapat muncul bersamaan dengan angioedema, yakni edema kulit dan mukosa lokal yang bersifat sementara yang timbul di jaringan kulit bagian dalam yang seringkali tidak disertai gatal namun dapat terasa nyeri atau sensasi terbakar.1
Pedoman urtikaria internasional saat ini mengklasifikasikan urtikaria menjadi urtikaria yang timbul secara spontan dan berkepanjangan (Chronic Spontaneous Urticaria / CSU, juga disebut urtikaria idiopatik kronis), tanpa keterlibatan faktor pemicu yang pasti/definit; atau urtikaria kronik yang dapat diinduksi (Chronic Inducible Urticaria), di mana ada keterlibatan faktor-faktor pemicu secara pasti/definit yang berulangkali memicu munculnya tanda dan gejala dan jelas diperlukan pada kemunculan tanda dan gejala tersebut.3 Beberapa studi menunjukkan bahwa sistem biologis yang berbeda pada tiap tubuh manusia seperti autoimun, autoalergi, peradangan, dan koagulasi dapat berkontribusi pada mekanisme umum yang mengarah ke pembentukan urtikaria serta angioedema.4 Sekarang ini diketahui bahwa sepertiga hingga setengah dari pasien dengan CSU memiliki autoantibodi IgG fungsional yang melawan IgE atau reseptor IgE berafinitas tinggi yang melepaskan histamin dari sel mast dan basofil.1 Reaksi imunitas ini yang mendasari bahwa urtikaria merupakan suatu penyakit autoimun. Mendiagnosis urtikaria juga hanya berdasarkan penampakan klinis pasien. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui di mana area urtikaria yang sering muncul beserta kemungkinan penyebabnya sehingga pasien dapat menghindari pencetusnya.2
Pengobatan urtikaria kronik terdiri dari beberapa langkah pengobatan. Tentunya, disamping menggunakan obat, pengobatan yang paling utama adalah menghindari penyebab/pencetus. Sama seperti pada urtikaria akut, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan obat antihistamin H1 generasi kedua seperti cetirizine. Jika didapati menggunakan obat ini gejala tidak membaik maka ada beberapa cara pada langkah kedua: 1) dosis awal yang digunakan dapat dinaikkan menjadi 2 sampai 4 kali lipat; 2) menambahkan obat antihistamin H1 generasi kedua lainnya misalnya seperti loratadine; 3) menambahkan obat antihistamin H2 seperti ranitidine; 4) menambahkan obat antihistamin H1 generasi pertama pada malam hari seperti chlorphenamine; atau 5) menambahkan obat antagonis reseptor leukotrien seperti montelukast. Ketika semua cara pada langkah kedua tidak memberikan perbaikan gejala maka langkah ketiga dapat dilakukan dengan menambahkan hydroxyzine atau doxepin dan dapat dinaikkan dosisnya sesuai kebutuhan. Ketika seluruh langkah pengobatan masih belum memberikan efek yang diharapkan maka pasien dapat segera dirujuk ke subspesialis untuk diberikan obat penekan imun (imunosupresan) seperti omalizumab dan cyclosporine.2

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Muhammad Yaska Zharfan, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Fitzpatrick T, Kang S, Amagai M et al. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2019
- Schaefer P. Acute and Chronic Urticaria: Evaluation and Treatment. Am Fam Physician. 2017 Jun 1;95(11):717-724
- Kolkhir P, Altrichter S, Munoz M, Hawro T, Maurer M. New treatments for chronic urticaria. Annals of Allergy, Asthma & Immunology 2020;124(1):2-12
- Asero R, Tedeschi A, Marzano AV, Cugno M. Chronic urticaria: a focus on pathogenesis. F1000Res. 2017 Jul 11;6:1095