Semua obat berpotensi menimbulkan efek samping, juga dikenal sebagai “adverse drug reactions”, tetapi tidak semuanya bersifat alergi. Hal tersebut terjadi jika sistem kekebalan menganggap obat sebagai zat berbahaya dan melawannya. Alergi obat berbeda dengan intoleransi obat, dimana metabolisme tubuh tidak dapat memproses obat dengan baik.1 

Seseorang yang memiliki alergi obat seringkali tidak mengetahui obat mana yang dapat dikonsumsi dan obat mana yang tidak dapat dikonsumsi, serta tidak mudah untuk menemukan alternatif obat yang tidak membuat alergi. Alergi obat tidak hanya menyebabkan gejala akut, tetapi juga dapat menunda pengobatan. Beberapa orang harus menggunakan obat yang kurang efektif sebagai penggantinya. Gejala alergi obat biasanya muncul dalam waktu kurang lebih satu jam setelah konsumsi obat. Tetapi juga dapat terjadi kemudian setelah beberapa jam, hari, atau minggu. Gejala yang muncul segera setelah konsumsi obat seperti kulit merah dan hangat, blotchy rash, nettle rash, itching, serta edema.

Obat yang biasanya dapat membuat seseorang alergi biasanya antibiotik seperti penisilin, OAINS (Obat Anti Inflamasi Non-Steroidal) seperti ibuprofen, dan aspirin. Selain itu obat anestesi lokal dan anestesi umum, obat kemoterapi, bangkitan, obat psikotropik atau obat antidepresi juga dapat memicu2

Namun hal tersebut tidak menghalangi seseorang yang menderita alergi obat untuk tidak menjalani hidup sehat, seperti makan buah dan sayur, tidur yang cukup serta olahraga yang cukup. Jika sebelumnya sudah mengetahui obat apa yang dapat memicu alergi maka sebaiknya dihindari. Terdapat beberapa prinsip dan pemilihan olah raga yang baik seperti berolahraga di dalam ruangan karena salah satu faktor risiko dari alergi obat adalah individu tersebut memiliki alergi lain seperti rhinitis alergi. Mungkin memang individu tersebut belum terpicu ataupun kurang paham, maka sebaiknya disarankan untuk berolahraga di dalam ruangan untuk menjaga kebersihan sehingga bebas dari alergen3

Sebelum berolahraga jangan lupa untuk pemanasan, kemudian fokus pada fleksibilitas, meningkatkan pola pernapasan yang tepat mencoba lebih mengarah pada peregangan otot seperti yoga, pilates atau latihan seperti berlari. Setelah berolahraga, segera bersihkan tubuh anda dan ganti pakaian agar terhindar dari alegen. Selanjutnya, bersihkan peralatan peralatan yang mungkin digunakan saat berolahraga seperti tikar3

Setelah berolahraga, seseorang juga harus tetap menjaga tubuhnya agar tetap terhidrasi, maka alangkah baiknya jika seseorang dapat meminum air dengan cukup, apalagi jika melewati cuaca yang tidak menentu seperti panas dan lembab, sangat penting untuk minum air. Kemudian jika tiba dirumah sebaiknya mandi dan mencuci rambut secara teratur, bukan hanya setelah berolahraga tetapi sebaiknya dilakukan untuk seterusnya, dan mencuci sprei dengan teratur4

Bagaimana jika tubuh kita sedang mengalami reaksi alergi obat, apakah akan tetap disarankan untuk berolahraga? Jika tetap memilih untuk berolahraga saat timbul reaksi alergi terdapat beberapa hal yang perlu diingat untuk membuat olahraga sebaik mungkin, contohnya seperti mempertimbangkan cuaca. Jika cuaca dirasa terlalu terik alangkah lebih baiknya berolahraga diluar saat malam hari atau tepat setelah hujan. Kemudian jika tubuh dirasa lelah, lesu ataupun tidak sehat hal tersebut adalah komunikasi dari tubuh untuk melakukan istirahat terhadup tubuh, maka sebaiknya beristirahat terlebih dahulu sembari menunggu obat alternatif yang dapat menggantikan obat yang memicu alergi tersebut5

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat, 

Melly Novelia, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked 

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI 

Referensi 

  1. Warrington R, Silviu-Dan F. Drug allergy. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 2011;7(S1). 
  1. Sherman W. Drug allergy. The American Journal of Medicine. 1947;3(5):586-600. 
  1. Carlsen K, Anderson S, Bjermer L, Bonini S, Brusasco V, Canonica W et al. Treatment of exercise-induced asthma, respiratory and allergic disorders in sports and the relationship to doping: Part II of the report from the Joint Task Force of European Respiratory Society (ERS) and European Academy of Allergy and Clinical Immunology (EAACI) in cooperation with GA2LEN. Allergy. 2008;63(5):492-505. 
  1. Geller M. Clinical Management of Exercise-Induced Anaphylaxis and Cholinergic Urticaria. The Journal of Allergy and Clinical Immunology: In Practice. 2020;8(7):2209-2214. 
  1. Baldo B. IgE and Drug Allergy: Antibody Recognition of ‘Small’ Molecules of Widely Varying Structures and Activities. Antibodies. 2014;3(1):56-91.