Lupus eritematosus sistemik atau SLE, adalah jenis lupus yang paling umum. SLE adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringannya sendiri dan yang ditandai dengan peradangan pada berbagai sistem dengan pembentukan autoantibodi yang menyebabkan peradangan yang meluas dan kerusakan jaringan pada berbagai organ. Ini dapat mempengaruhi persendian, kulit, otak, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah. Perjalanan klinis SLE ditandai dengan remisi spontan dan relaps.1 SLE merupakan penyakit multifaktorial dengan yang penyebabnya belum diketahui pasti, namun beberapa faktor genetik, imunologi, hormonal, dan lingkungan berperan dalam perjalanan penyakit SLE.2 Kejadian SLE dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, ras, dan pewarisan genetik. Sekitar 85% pasien adalah wanita. Hormon seks berperan, kebanyakan kasus berkembang setelah pertama kali haid dan sebelum menopause.3

Gambaran sistemik meliputi demam, anoreksia, malaise, dan penurunan berat badan. Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada penderita SLE dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Selain itu gambaran klinis pada pasien bisa terdapat ruam malar berbentuk kupu–kupu pada wajah, ruam berbentuk koin, fotosensitivitas, sariawan, peradangan pada sendi seperti artritis, serositis, gangguan ginjal yang ditandai adanya protein di urin, gangguan neurologis seperti sakit kepala, kejang, atau psikosis tanpa sebab lain. Gangguan hematologi seperti anemia akibat pemecahan berlebihan atau anemia bentuk lainnya. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gangguan imunologi yaitu anti-ds-DNA, anti-SM, atau antibodi antifosfolipid dan ANA positif.4 Mayoritas pasien SLE mengalami eksaserbasi berulang (flare) selama perjalanan penyakit.

Diagnosis dini dan perawatan yang efektif dapat membantu mengurangi efek merusak SLE dan meningkatkan kesempatan untuk memiliki fungsi dan kualitas hidup yang lebih baik. Jika diagnosis yang terlambat, pengobatan yang kurang efektif, dan kepatuhan yang buruk terhadap rejimen terapi dapat meningkatkan efek merusak dari SLE, menyebabkan lebih banyak komplikasi dan peningkatan risiko kematian.1

Penting untuk mencegah dan mengendalikan pencetus kekambuhan lupus eritematosus sistemik. Stabilisasi penyakit dan minimalisasi risiko kekambuhan harus dilihat sebagai tujuan terapeutik yang terpisah, untuk mencapai aktivitas penyakit yang ringan atau remisi. Pentingnya edukasi kepada pasien dengan SLE untuk menghindari pemicu kekambuhan.5

Pasien dengan SLE harus menghindari paparan sinar ultraviolet dari matahari untuk meminimalkan memburuknya gejala dari fotosensitivitas. Modifikasi diet harus didasarkan pada aktivitas penyakit. Banyak pasien dengan SLE memiliki kadar vitamin D yang rendah karena paparan sinar matahari yang lebih sedikit, oleh karena itu, pasien ini harus mengkonsumsi suplemen vitamin D. Olahraga penting pada pasien SLE untuk mempertahankan kekuatan otot, menghindari demineralisasi tulang, dan kelelahan, dan hindari merokok, alkohol dan hindari kondisi stres. Terapi hidroksiklorokuin telah terbukti dapat mencegah kambuhnya penyakit dan menurunkan angka kematian karena manfaatnya lebih dari sekedar manajemen manifestasi aktif termasuk sifat anti-membeku, mencegah flare dan merupakan imunomodulator, dimana imunomodulator adalah obat yang dapat memodifikasi respons imun, menstimulasi mekanisme pertahanan secara alamiah dan adaptif. Pasien yang menggunakan hidroksiklorokuin akan memerlukan pemeriksaan mata rutin untuk memantau kerusakan pada makula. Kortikosteroid sangat sering digunakan pada SLE, dengan banyak pasien yang tidak dapat menguranginya sepenuhnya. Efek samping jangka panjang kortikosteroid harus dipertimbangkan dan dipantau termasuk osteoporosis, kebutaan pada mata akibat glaukoma atau katarak dan kematian jaringan. Menghindari obat berbasis sulfa pada pasien dengan SLE karena pada tinggi nya tingkat alergi dan menyebabkan flare. Untuk tatalaksana pengobatan harus dengan pengawasan dokter.2 ,6

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat,

Denia Anissa Kurniasari, S.Ked; Rashmeeta, S.Ked

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI

Referensi

  1. Centers for Disease Control and Prevention. Systemic Lupus Erythematosus (SLE). 2018. available at : https://www.cdc.gov/lupus/facts/detailed.html
  2. Angel A. J, Amandeep G. P, Matthew V. Systemic Lupus Erythematosus. 2021. available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535405/
  3. Yazdany J, Manno RL, Maxine A. Papadakis, et al. Systemic Lupus Erythematosus. Current Medical Diagnosis & Treatment 2022. McGraw Hill; 2022. available at : https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=3081&sectionid=258967958
  4. Cifu, Adam S, Scott D.C. Stern, et al. Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Symptom to Diagnosis: An Evidence-Based Guide, 4e Eds. McGraw Hill, 2020. Available at : https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2715&sectionid=249061561
  5. Christina A, George B. Flares in systemic lupus erythematosus: diagnosis, risk factors and preventive strategies. 2017. available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7045928/
  6. Christie M Bartels. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Treatment & Management. 2021.