Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit akibat virus zoonosis, yaitu virus yang ditularkan dari hewan ke manusia. Virus monkeypox adalah virus DNA beruntai ganda yang termasuk dalam genus Orthopoxvirus dari famili Poxviridae dan subfamili Chordopoxvirinae.1,2

Presentasi klinis monkeypox menyerupai smallpox, yang penyebab virusnya juga termasuk dalam genus Orthopoxvirus, yang dinyatakan tereradikasi di seluruh dunia pada tahun 1980. Cacar monyet ini memiliki mortalitas yang lebih rendah daripada cacar pada umumnya.1 Cacar monyet pertama kali diidentifikasi pada manusia pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo. Sejak itu, sebagian besar kasus telah dilaporkan di pedesaan, daerah hutan hujan khususnya di Republik Demokratik Kongo dan kasus manusia semakin banyak dilaporkan dari seluruh Afrika Tengah dan Barat. Kasus terus dilaporkan hingga hari ini.1-3 Pada tahun 2004, wabah cacar monyet pertama di luar Afrika terjadi di Amerika Serikat.1 Monkeypox juga telah dilaporkan pada pelancong dari Nigeria ke Israel pada September 2018, ke Inggris pada September 2018, Desember 2019, Mei 2021, dan Mei 2022, ke Singapura pada Mei 2019, dan ke Amerika Serikat pada Juli dan November 2021.

Per 21 Mei 2022, 92 kasus yang dikonfirmasi laboratorium dan 28 kasus suspek cacar monyet dengan penyelidikan yang sedang berlangsung, telah dilaporkan ke WHO dari 12 negara anggota yang non-endemik virus cacar monyet. Tidak ada kematian terkait yang dilaporkan hingga saat ini.1

Kasus cacar monyet di negara non-endemik dilaporkan ke WHO antara 13 hingga 21 Mei 2022
Distribusi geografis kasus cacar monyet yang dikonfirmasi dan diduga pada non-endemik antara 13 hingga 21 Mei 2022
Kasus cacar monyet di negara-negara endemik antara 15 Desember 2021 hingga 1 mei 2022. Sampai saat ini belum ditemukan kasus monkeypox di Indonesia.4

Mekanisme penularan diketahui dari hewan ke manusia (zoonotik) yang dapat terjadi dengan cara kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, lesi kulit atau mukosa dari hewan yang terinfeksi.1 Beberapa hewan di Afrika diketahui rentan terhadap virus ini, termasuk tupai tali, tupai pohon, tikus rebus Gambia, dormice, berbagai spesies monyet, dan lain-lain.1 Reservoir alami cacar monyet belum dapat diidentifikasi, meskipun hewan pengerat seperti tikus adalah inang yang paling mungkin. Faktor risiko penularan yang paling mungkin terjadi adalah makanan daging yang tidak dimasak dengan baik dan produk hewani lainnya dari hewan yang terinfeksi. Mekanisme penularan dari manusia ke manusia terjadi karena adanya kontak erat dengan sekret pernapasan, lesi kulit dari orang yang terinfeksi, atau benda yang terkontaminasi. Melalui plasenta dari ibu positif ke janin atau selama kontak dekat selama dan setelah kelahiran. Penularan melalui transmisi seksual hingga saat ini masih belum jelas.

Masa inkubasi virus bervariasi dari 5 hingga 21 hari. Periode infeksi dibagi menjadi 2, yaitu:

  • Fase prodromal (0-5 hari) dengan gejala demam, nyeri kepala hebat, limfadenopati (ciri khas), nyeri punggung, mialgia, dan astenia.
  • Fase erupsi (1-3 hari dari onset demam) dengan gejala lesi kulit yang terkonsentrasi secara sentrifugal. Ruam dapat muncul di wajah (95% kasus), telapak tangan dan telapak kaki (75% kasus), dan lapisan mukosa oral (70% kasus), alat kelamin (30%), dan konjungtiva (20%), serta kornea. Ruam kemudian berkembang menjadi makula, papula, vesikel, pustula, hingga krusta yang mengering dan kemudian rontok. Jumlah lesi bervariasi dan pada kasus yang parah, lesi dapat menyatu sampai sebagian besar kulit terkelupas.

Kondisi ini dapat sembuh sekitar 3-4 minggu setelah timbulnya gejala. Pasien tidak lagi dianggap menular setelah semua krusta mengelupas.2

Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah pennyakit ruam lainnya seperti cacar air, campak, infeksi kulit akibat bakteri, skabies, sifilis, dan alergi terkait dengan pengobatan. Limfadenopati selama fase prodromal dapat menjadi gambaran klinis untuk membedakan monkeypox dari chickenpox atau smallpox.1

Jika dicurigai cacar monyet, pemeriksaan tes PCR dapat dilakukan untuk medeteksi DNA virus, dimana sampel diagnostik yang optimal berasal dari lesi kulit bagian atap atau cairan dari vesikel dan pustula dan krusta kering. Bila memungkinkan, biopsi merupakan pilihan. Tes PCR dari sampel darah biasanya inkonklusif. Metode deteksi antigen dan antibodi mungkin tidak berguna karena orthopoxvirus secara serologis dapat reaktif silang.1

Definisi kasus menurut WHO (World Health Organization) adalah sebagai berikut:

  • Kasus suspek: seseorang berbagai usia yang datang ke negara non-endemik monkeypox dengan ruam akut yang tidak dapat dijelaskan dan salah satu gejala seperti nyeri kepala, demam onset akut (>38,5o C), limfadenopati, mialgia, nyeri punggung, astenia dan pennyebab umum ruam akut berikut tidak menjelaskan gambaran klinis varicella zoster, herpes zoster, campak, zika, demam berdarah, chikungunya, herpes simpleks, infeksi kulit bakteri, infeksi gonokokus diseminata, sifilis primer atau sekunder, chancroid, limfogranuloma venerium, granuloma inguinale, moluskum kontagiosum, reaksi alergi, dan penyebab umum lainnya yang relevan secara lokal dari ruam papular atau vesikuler.
  • Kasus probabel: seseorang yang memenuhi definisi kasus untuk kasus suspek dan satu atau lebih dari berikut: memiliki hubungan epidemiologis (paparan tatap muka, termasuk petugas kesehatan tanpa pelindung mata dan pernapasan), kontak fisik langsung dengan kulit atau lesi kulit, termasuk kontak seksual, atau kontak dengan bahan yang terkontaminasi seperti pakaian, tempat tidur atau peralatan untuk kemungkinan kasus cacar monyet atau dikonfirmasi dalam 21 hari sebelum timbulnya gejala, melaporkan riwayat perjalanan ke negara endemik cacar monyet dalam 21 hari sebelum timbulnya gejala, telah memiliki banyak pasangan seksual atau anonim dalam 21 hari sebelum timbulnya gejala, memiliki hasil positif dari uji serologis orthopoxvirus, tanpa adanya vaksinasi cacar atau paparan lain yang diketahui terhadap Orthopoxvirus, dirawat di rumah sakit karena penyakitnya.
  • Kasus terkonfirmasi: kasus yang memenuhi definisi kasus suspek atau probabel dan dikonfirmasi laboratorium untuk virus monkeypox dengan mendeteksi DNA virus baik dengan rt-PCR dan/atau sekuensing.
  • Kasus discarded: Kasus suspek atau probabel dengan hasil tes laboratorium dengan PCR dan/atau sekuensing negatif untuk virus monkeypox.

Definisi kontak merupakan seseorang pada periode timbulnya gejala pertama dari kasus sumber dan berakhir ketika semua luka pada kulit telah hinga, telah memiliki satu atau lebih paparan berikut dengan kasus probabel atau konfirmasi kasus monkeypox.1

Negara-negara endemik cacar monyet adalah Benin, Kamerun, Republik Afrika Tenngah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana, Côte d’lvoire, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone.1

Hingga saat ini, belum ada tatalaksana khusus yang terbukti secara klinis untuk infeksi monkeypox. Seperti kebanyakan penyakit virus lainnya, pengobatan yang diberikan berupa manajemen gejala secara suportif karena penyakit ini merupakan self limiting disease.2

Kasus yang berat lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien, serta sifat komplikasi. Defisiensi imun yang mendasari dapat menyebabkan hasil yang lebih buruk.1

Komplikasi dari monkeypox berupa infeksi sekunder, bronkopneumonia, sepsis, ensefalitis, dan infeksi kornea dengan kehilangan penglihatan. Sejauh mana infeksi asimtomatik dapat terjadi tidak diketahui.5

Salam sehat bermanfaat, 

Rashmeeta, S. Ked 

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI 

Referensi:

  1. World Health Organization (21 May 2022). Disease Outbreak News; Multi-country monkeypox outbreak in non-endemic countries.
  2. Moore M, Zahra F. Monkeypox. StatPearls Publishing, Treasure Island (FL); 2022.
  3. Monkeypox [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2022
  4. Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI [Internet]. Covid19.kemkes.go.id. 2022
  5. Reynolds MG, McCollum AM, Nguete B, Shongo Lushima R, Petersen BW. Improving the Care and Treatment of Monkeypox Patients in Low-Resource Settings: Applying Evidence from Contemporary Biomedical and Smallpox Biodefense Research. Viruses. 2017;9(12)