Konjungtivitis alergi merupakan satu dari beberapa gejala alergi yang dapat timbul akibat adanya reaksi abnormal dari antibodi tubuh.3 Konjungtivitis alergi merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan dan dikeluhkan oleh pasien–pasien yang datang ke poli mata. Tanda dan gejala khas dari konjungitivitis alergi adalah adanya rasa gatal, mata merah, mukus dari mata, terasa panas dan kelopak mata membengkak. Angka kejadian konjungtivitis alergi meningkat di negara maju dengan bermacam – macam faktor risiko.1 Reaksi alergi terjadi apabila makanan yang memicu respon imun abnormal melalui reaksi tipe I dimana antibodi IgE akan terlibat. Gejala klinis alergi dapat terjadi dalam waktu singkat (biasanya dalam 2 jam). Antibodi IgE memainkan peran utama dalam alergi.2 Reaksi makanan yang dimediasi IgE terjadi ketika alergen makanan mengikat IgE spesifik alergen yang ada pada sel mast dan basofil, yang mengarah pada pelepasan beberapa mediator seperti histamin.3
Karakteristik makanan yang dapat menyebabkan reaksi alergi umumnya ditemukan pada protein yang memiliki berat molekuler bervariasi dari 15 kDa sampai 40 kDa atau dengan glikoprotein yang memiliki berat molekular dari 10 kDa sampai 70 kDa, yang dapat menyebabkan respon imun abnormal di tubuh yang menyebabkan reaksi alergi. Secara teori, semua makanan dapat menimbulkan reaksi alergi. Susu, telur, kedelai, gandum, ikan, kedelai, dan kacang tanah paling sering dikaitkan dengan reaksi alergi pada masa kanak-kanak. Pada manusia dewasa, alergi terhadap ikan, kerang (lobster, kepiting, udang karang) dan beberapa buah-buahan, terutama ceri, persik, plum, aprikot, serta buah-buahan berminyak (kacang, biji-bijian) dan kacang tanah sering dilaporkan. Tradisi makanan dari berbagai negara mendorong konsumsi produk tertentu, yang jika sering dikonsumsi dan dalam jumlah besar dapat menyebabkan gejala alergi. Misalnya, di Italia cukup sering terjadi kasus alergi terhadap buah-buahan tertentu, sayuran mentah, tomat, dan jagung. Di negara-negara Eropa utara, alergi terhadap ikan cod, yang sering dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Di Amerika Serikat, konsumsi kacang yang tinggi menyebabkan peningkatan jumlah reaksi alergi yang sangat cepat, termasuk syok anafilaksis.2
Alergen pada makanan dapat dibagi menjadi dua kelompok: tahan dan tidak tahan panas. Kelompok pertama alergen terkait dengan urutan asam amino di segmen protein. Kelompok ini termasuk alergen kacang, cod, laktoglobulin susu, ovalbumin putih telur, yang semuanya tahan terhadap panas dan bekerja bahkan setelah memasak produk. Kelompok terakhir dikaitkan dengan struktur spasial protein. Dampak suhu tinggi menyebabkan perubahan struktur tiga dimensi protein, alergen ini, terutama buah-buahan, sayuran atau daging, sering kehilangan kepekaannya dengan merebus, sementara mereka masih aktif dalam buah-buahan dan sayuran mentah. Pemilihan makanan dapat diperhatikan berdasarkan alergen yang mencetuskan. Sebagai contoh, pada pasien degan pencetus minuman seperti susu dapat menghindari makanan yang mengandung susu seperti mentega, keju, custard, yogurt, pudding, whey protein, curds, coklat, permen karamel. Sedangkan pada pasien dengan pencetus alergi kedelai dapat menghindari edamame, miso, natto, susu kedelai, soya, soybean, shoyu, soy sauce, tempe, tahu. Pada penderita alergi ikan dapat dihindari saos bbq, caesar salad, caviar, tepung ikan, gelatin ikan, minyak ikan, saos ikan, sushi, sashimi. Produk yang mengandung telur juga dapat menjadi salah satu pencetus alergi seperti telur itu sendiri, mayonnaise, es krim, marshmellow.2,4

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Deviani Puputan, S. Ked, Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Hara, Y., Shiraishi, A., Sakane, Y., Takezawa, Y., Kamao, T., Ohashi, Y., … Sugahara, T. (2017). Effect of Mandarin Orange Yogurt on Allergic Conjunctivitis Induced by Conjunctival Allergen Challenge. Investigative Opthalmology & Visual Science, 58(7), 2922.doi:10.1167/iovs.16-21206
- Żukiewicz-Sobczak, W. A., Wróblewska, P., Adamczuk, P., & Kopczyński, P. (2013). Causes, symptoms and prevention of food allergy. Advances in Dermatology and Allergology, 2, 113–116.doi:10.5114/pdia.2013.34162
- Abrams, E. M., & Sicherer, S. H. (2016). Diagnosis and management of food allergy. Canadian Medical Association Journal, 188(15), 1087–1093.doi:10.1503/cmaj.160124
- Jarosz M, Dzieniszewski J. Food allergies [Polish]. Medical Publisher PZWL, Warsaw 2004; 27-30.