Urtikaria kronik merupakan kondisi pada kulit yang cukup mengganggu dan terkadang dapat menjadi tanda adanya penyakit serius.1 Urtikaria ditandakan dengan adanya ruam kulit yang dikarakteristikan sebagai benjolan berwarna kemerahan yang gatal.1 Urtikaria kronik adalah episode urtikaria berulang yang terjadi setidaknya dua kali dalam seminggu selama enam minggu.1 Berdasarkan jenis kelaminnya, urtikaria lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki.1 Urtikaria kronik dapat terjadi secara spontan atau dapat diinduksi oleh adanya pencetus meskipun begitu untuk menentukan penyebabnya terkadang sulit dilakukan.1 Urtikaria dapat disebabkan oleh faktor fisik yang disebabkan oleh mekanisme dari luar tubuh misal udara dingin, tekanan, cahaya matahari, bahkan getaran.1 Faktor lainnya seperti autoimun, infeksi, vaskulitis,atau tidak diketahui. Urtikaria dikaitkan dengan sejumlah penyakit autoimun diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE), juvenile rheumatoid arthritis, dan penyakit Graves.1 Agen infeksius yang dapat menyebakan urtikaria seperti virus hepatitis B, herpes simpleks, streptokokus, mikoplasma, kuman TB, infeksi jamur, dan infeksi parasit.1
Plak urtikaria memiliki tiga ciri yaitu ciri khas kemerahan, melepuh, dan gatal.2 Terkadang, dapat juga disertai sensasi terbakar. Lesi dapat terjadi di mana saja di tubuh dan pulih dalam waktu sekitar 2–3 jam tanpa meninggalkan bekas.2 Pemulihan spontan ini terkadang bisa berlangsung hingga 1 hari.2 Pada kondisi angioedema, terutama di area seperti kelopak mata dan mukosa bibir, ada pembengkakan kulit yang tiba-tiba muncul.2 Nyeri dan sensasi terbakar mungkin lebih menonjol dibandingkan rasa gatal dan lesi kulit membaik secara spontan dalam waktu sekitar 72 jam.2 Sakit kepala, pusing, suara serak, sesak napas, mual, muntah, dan nyeri perut dapat terjadi sebagai manifestasi sistemik bersamaan dari episode urtikaria yang parah.2 Meskipun pasien dengan antibodi autoimun tidak memiliki gambaran klinis diagnostik yang khas, diagnosis urtikaria autoimun kronis seringkali dapat dicurigai dari riwayat penyakit autoimun masa lalu atau keluarga, terutama tiroiditis.2
Dalam mendiagnosis dapat berdasarkan dari tampilan klinis dan tanya jawab dengan pasien. Namun, terkadang susah dibedakan dengan erupsi akibat obat, ruam karena virus, penyakit fotosensitif, urtikaria pigmentosa, dan sejumlah penyakit lainnya.2 Maka dari itu, sangat penting untuk mendapatkan informasi rinci dari pasien urtikaria untuk dapat mengetahui penyebabnya. Informasi yang perlu digali terkait awitan, perkembangan, lokalisasi, derajat keparahan, keluhan sistemik, asupan makanan, stres, riwayat alergi, riwayat berpergian, infeksi baru-baru ini dan riwayat penggunaan obat.2,3 Meskipun penyelidikan laboratorium mungkin diperlukan, 50% kasus urtikaria kronis tetap idiopatik.3 Pada urtikaria, pemeriksaan termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah (LED) dan/atau pengujian protein C-reaktif, enzim hati, dan pengukuran hormon tiroid dapat menyingkirkan penyebab yang mendasari. LED yang tinggi menunjukkan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang mendasari dan adanya eosinofilia menunjukkan kemungkinan penyakit parasit.3 Tes skrining untuk fungsi tiroid dan antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin dapat dilakukan juga.3 Bila riwayat menunjukkan urtikaria fisik, uji dengan rangsangan fisik standar dapat memastikan diagnosis. Sedangkan, tes alergi tidak dianjurkan kecuali ada indikasi spesifik dari penyebab alergi.3
Pedoman saat ini menyarankan pendekatan bertahap untuk mengobati urtikaria idiopatik kronis.4 Seperti urtikaria akut, langkah pertama adalah antihistamin H1 generasi kedua seperti cetirizine atau loratadine.4 Pasien dengan urtikaria kronis yang gagal merespons antihistamin oral generasi kedua dosis maksimum yang diminum selama empat minggu harus dirujuk ke ahli imunologi, dokter kulit atau spesialis alergi medis.4 Obati infeksi kronis yang teridentifikasi seperti H. pylori. Hindari aspirin, opiat, dan obat antiinflamasi nonsteroid.4 Hindari alergi yang diketahui yang telah dikonfirmasi dengan tes IgE / uji cucuk positif positif jika ini memiliki relevansi klinis untuk urtikaria.4 Dinginkan area yang terkena dengan kipas angin, flanel dingin, kompres es, atau losion pelembab yang menenangkan.4

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Thoe, Isabella Roseline Pramana Putri, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Sachdeva S, Gupta V, Amin SS, Tahseen M. Chronic urticaria. Indian J Dermatol [Internet]. 2011;56(6):622–8.
- Kayiran MA, Akdeniz N. Diagnosis and treatment of urticaria in primary care. North Clin Istanb [Internet]. 2019;6(1):93–9.
- Schaefer P. Acute and chronic urticaria: Evaluation and treatment. Am Fam Physician [Internet]. 2017;95(11):717–24.
- Powell RJ, Leech SC, Till S, Huber PAJ, Nasser SM, Clark AT, et al. BSACI guideline for the management of chronic urticaria and angioedema. Clin Exp Allergy [Internet]. 2015;45(3):547–65.