Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau yang dikenal juga sebagai lupus merupakan sebuah kondisi autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh kita menyerang jaringan ikat dalam tubuh yang normal sehingga dapat menimbulkan berbagai macam gejala.1
Hampir semua organ di dalam tubuh kita memiliki jaringan ikat, sehingga gejala yang dapat muncul akibat dari kondisi ini sangat beragam tergantung dengan organ yang diserang oleh kekebalan tubuh kita. Contohnya jika sistem kekebalan tubuh menyerang persendian, maka dapat muncul gejala berupa artritis, dll.2 Lalu jika gejala yang ditimbulkan beragam, bagaimana caranya seorang dokter dapat mendiagnosis seseorang dengan lupus?
Penegakkan diagnosis dapat dilakukan melalui pendekatan menyeluruh dari informasi yang didapatkan dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium.
Pertama-tama dapat dicari faktor risiko dan gejala yang dapat mengarah kepada lupus. Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan SLE terjadi merupakan gabungan dari faktor genetik dan lingkungan, dimana ditemukan bahwa SLE memiliki kaitan erat dengan mutasi genetik yang dapat menyebabkan peningkatan dari keluarga interferon (IFN) tipe 1. Faktor risiko dari lingkungan dapat berupa paparan terhadap sinar ultraviolet, infeksi, pengunaan obat-obatan tertentu, merokok, minum-minuman beralkohol, anggota keluarga lain dengan SLE, dan lain-lain.2 Gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan yang mengarah terhadap lupus dapat berupa keluhan pada lebih dari 1 organ dan pada umumnya bersifat sebuah peradangan.3
Jika pasien telah dicurigai memiliki lupus, maka dapat dilakukan pemeriksaan darah berupa titer antinuclear antibody (ANA) yang pada umumnya akan terlihat peningkatan. ANA yang meningkat akan menandakan kemungkinan adanya kondisi autoimun sehingga perlu diselidiki lebih lanjut akan kemungkinan dari lupus tersebut. Pada umumnya dapat dicari berdasarkan 2 kelompok secara garis besar yang masing-masing dapat dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil. Kedua kelompok ini adalah dari segi klinis dan dari segi imunologi, dimana dari segi klinis akan dicari apakah orang tersebut sedang sakit, memiliki gangguan darah, gangguan psikiatri, gangguan ginjal, dan lain-lain. Sedangkan dari segi imunologi akan dicari melalui pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan penanda antibodi fosfolipid, pemeriksaan komponen protein lengkap dan pemeriksaan antibodi spesifik terhadap SLE. Lalu, seorang dokter akan dapat mendiagnosis apakah pasien tersebut menderita lupus dari hasil yang didapatkannya.3

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Prisca Yaputri, S.Ked, dr. Rashmeeta
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Zucchi D, Elefante E, Calabresi E, Signorini V, Bortoluzzi A, Tani C. One year in review 2019: systemic lupus erythematosus. Clin Exp Rheumatol 37(5):715–22. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31376267.
- Kaul A, Gordon C, Crow MK, et al. Systemic lupus erythematosus. Nat Rev Dis Prim 2016;2(1):16039. http://www.nature.com/articles/nrdp201639. 10.1038/nrdp.2016.39
- Aringer M, Costenbader K, Daikh D, et al. 2019 European League Against Rheumatism/American College of Rheumatology Classification Criteria for Systemic Lupus Erythematosus. Arthritis Rheumatol 2019;71(9):1400–12. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/art.40930. 10.1002/art.40930