Reaksi anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi sistemik akut dengan onset yang cepat dan bersifat membahayakan. Reaksi anafilaksis ini memiliki berbagai mekanisme dan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Pasien dengan riwayat reaksi anafilaksis, harus berhati-hati dalam memilih makanan atau obat-obatan yang dapat dikonsumsi, aktivitas fisik yang dapat dilakukan, hingga menghindari berbagai allergen yang dapat memicu timbulnya atau teraktivasinya reaksi anafilaksis.1
Pasien yang sehat maupun yang sakit, pasti memiliki kecenderungan untuk ingin mengonsumsi suplemen. Suplemen dapat berupa tablet atau bentuk lainnya yang berisikan vitamin, mineral, herbal, enzim, dan lainnya. Maka dari itu, suplemen sangat tersebar luas dan digunakan oleh banyak kalangan masyarakat.
Reaksi anafilaksis bukan merupakan suatu masalah yang dapat dipandang sebelah mata, karena reaksi ini dapat membahayakan tubuh pasien. Pada pasien dengan reaksi anafilaksis, terdapat beberapa suplemen yang harus dihindari karena tentunya memiliki kandungan yang cenderung dapat menimbulkan reaksi alergi yang ditakutkan dapat mengaktifkan sistem imun tubuh dan menyebabkan reaksi anafilaksis kembali. Beberapa suplemen yang diketahui harus dihindari adalah seperti asam lemak omega 6, suplemen diet yang mengandung royal jelly, willow bark, Echinacea, dan suplemen yang mengandung buah-buahan yang dapat memicu alergi. Suplemen yang mengandung asam folat, vitamin B12 (cyanocobalamin), vitamin B5 (dexpanthenol), vitamin B1 (thiamine), dan vitamin B2 (riboflavin) juga tidak direkomendasikan untuk diberikan pada pasien dengan reaksi anafilaksis.2,3
Suplemen omega 6 diketahui dapat meningkatkan produksi IgE, yang merupakan immunoglobulin utama yang terlibat dalam reaksi alergi. Omega 6 juga dapat meningkatkan produksi dari leukotriene yang bertugas dalam memfasilitasi respon alergi pada tubuh. Suplemen omega 6 dapat diganti dengan omega 3, karena memiliki sifat protektif terhadap perkembangan reaksi alergi. Suplemen yang mengandung Willow Bark, Echinaceae, dan terutama Royal Jelly sangat sering ditemukan di pasaran karena memiliki berbagai manfaat bagi tubuh. Royal Jelly ini berasal dari lebah madu dan sering dipakai untuk membuat suplemen diet, tetapi cenderung dapat menimbulkan reaksi alergi karena akan menyebabkan cross-reacticity dengan penyebab alergi pada pasien. Maka dari itu, Royal Jelly tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada pasien yang memiliki riwayat reaksi anafilaksis.4
Pada beberapa suplemen dengan penambah rasa buatan, terutama yang mengandung buah-buahan juga dapat memicu reaksi alergi di tubuh. Hampir semua buah yang ada di pasaran dapat menimbulkan reaksi alergi, bergantung pada tubuh masing-masing individu. Akan tetapi, buah-buahan yang paling sering dan banyak diketahui dapat menimbulkan reaksi alergi adalah pisang dan kiwi.5
Vitamin B1 dilaporkan sebagai salah satu vitamin yang paling sering menyebabkan reaksi alergi.6 Vitamin B2 dan B5 sebenarnya jarang menimbulkan efek samping bagi individu yang mengonsumsi vitamin tersebut. Akan tetapi, vitamin B5 dilaporkan mampu memicu reaksi alergi dan hipersensitivitas, sehingga terkadang diperlukan perhatian yang lebih bagi pasien dengan reaksi anafilaksis yang akan mengonsumsi vitamin ini. Vitamin B12 yang diketahui dapat menimbulkan reaksi alergi sebenarnya jarang ditemukan, tetapi apabila dikonsumsi secara rutin atau dalam jumlah yang besar, maka dapat memicu timbulnya reaksi anafilaksis. Maka dari itu, dari kelompok besar suplemen yang mengandung vitamin B, vitamin B1 merupakan suplemen yang paling harus dihindari untuk dikonsumsi oleh pasien dengan reaksi anafilaksis.
Pasien dengan riwayat reaksi anafilaksis tidak dilarang untuk mengonsumsi berbagai jenis suplemen untuk menambah daya tahan tubuh atau untuk keperluan lainnya. Akan tetapi, tidak semua suplemen dapat dikonsumsi secara bebas karena beberapa kandungan di dalamnya cukup berbahaya bagi tubuh. Beberapa jenis suplemen terutama suplemen vitamin yang paling sering dikonsumsi oleh individu, dan tergolong aman untuk dikonsumsi bagi pasien dengan reaksi anafilaksis adalah vitamin A, C, D dan E. Hal ini disebabkan karena telah dilaporkan dari berbagai penelitian, vitamin A, C, D, dan E digolongkan sebagai kelompok vitamin yang aman dan sangat jarang ditemukan kasus reaksi anafilaksis akibat konsumsi vitamin tersebut.6

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Theovint Nathaniel, S.Ked; dr. Rashmeeta
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Fischer D, Leek TKV, Ellis AK, Kim H. Anaphylaxis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2018;14(2):54.
- Anaphylaxis and Food Allergy – Nutrition Guide for Clinicians [Internet]. 2022
- Kerr PE, Cunningham D. Anaphylaxis associated with folic acid: domestic case review. Allergy Asthma Clin Immunol. 2014;10(2):A23.
- Hata T, Horie TF, Arai Y, Takahashi T, Seishima M, Ichihara K. Studies of royal jelly and associated cross-reactive allergens in atopic dermatitis patients. PLoS One. 2020;15(6):e0233707.
- Allergy to Fruit- Anaphylaxis Campaign . Anaphylaxis Campaign. 2022
- Ensina L, Cunha FS, Bastos PGA, Nunes FA. Vitamin-induced anaphylaxis. Curr Treat Options Allergy. 2020;7:84-92.