Pola makan atau diet, sebagai bagian sehari-hari dalam kehidupan manusia, semakin lama semakin dikenali sebagai salah satu komponen penting dalam berkembangnya kondisi autoimun. Pola diet modern yang banyak mengkonsumsi makanan olahan, tinggi kalori, gula, garam, lemak jenuh dan bahan kimia tambahan (pengawet, penguat rasa, pemutih dan sebagainya) diduga banyak mencetuskan autoimunitas pada individu-individu yang rentan.

Selain itu beberapa komponen makanan modern yang banyak dikonsumsi sebagai makanan rutin seperti tepung gandum, produk susu, keluarga terung-terungan serta kedelai diduga juga dapat mencetuskan autoimunitas pada individu dengan kecenderungan genetik. Pola diet modern ini sangat berbeda dengan diet tradisional yang rendah kalori, menggunakan bahan makanan utuh (whole foods, earth to table), tidak menggunakan bahan kimia tambahan, menggunakan rempah-rempah yang berkhasiat dan banyak menggunakan bahan fermentasi (tauco, tempe dan sebagainya), di mana pola diet seperti ini terbukti memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat-masyarakat yang masih menjaga pola diet tersebut.

Studi-studi yang ada memperlihatkan pola diet modern menyebabkan terjadinya peradangan, peningkatan proses penuaan dan risiko kanker serta mencetuskan kondisi autoimunitas dan alergi pada individu-individu rentan. Penelitian mengenai aktivitas sel darah putih terkait autoimun menunjukkan bahwa, pola diet tinggi kalori membuat sel-sel tubuh tersebut menjadi hiperaktif dan pada akhirnya menghasilkan antibodi yang menyerang sel tubuh sendiri. Selain itu pola diet modern yang kaya lemak jenuh dan miskin prebiotik bermanfaat juga terbukti merubah pola mikrobiota di saluran cerna (mikrobiom), di mana mikrobiom ini semakin disadari merupakan salah satu komponen utama regulasi imunitas tubuh manusia.

complex carbds
Terlalu banyak konsumsi gula sederhana dan salah memilih sumber karbohidrat kompleks dapat mencetuskan kekambuhan autoimun, pelajari lebih lanjut di sini

Studi-studi lain banyak yang menunjukkan hubungan antara penggunaan bahan kimia tambahan, antibiotik pada hewan ternak, konsumsi gluten dan kedelai non-fermentasi dengan berbagai macam kondisi autoimunitas terkait. Melihat berbagai hasil studi di atas, jelas bahwa kita memerlukan sebuah strategi untuk membantu mengatasi kondisi autoimunitas dari segi pola makan, di mana dengan kondisi masyarakat modern saat ini bisa menjadi sebuah tantangan yang sulit. Namun demikian dengan mengikuti beberapa prinsip sederhana, kita bisa menjadi dokter dan pasien cerdas yang mampu beradaptasi dan menyesuaikan pola diet sehat kita dengan lingkungan sekitar.

t1larg.gluten.foods.gi
Gluten telah terbukti menjadi salah satu pencetus kambuhnya kondisi autoimun, baca lebih lanjut mengenai peranan gluten di sini.

Kita dapat mulai mengatur pola diet untuk mengatur aktivitas peradangan dan autoimunitas dengan tiga prinsip utama, yakni: rendah kalori, rendah zat antigen dan tinggi zat anti inflamasi. Berikut adalah penjabaran dari tiga prinsip di atas:

  • Rendah kalori. Sebagaimana dijabarkan di atas, kalori menjadi salah satu faktor utama pencetus peradangan dan autoimunitas, studi-studi yang menekan asupan kalori telah terbukti menurunkan laju penuaan, peradangan, kanker dan kerusakan organ.11,12 Pengurangan kalori sebanyak 15% dari asupan kalori harian standar di tambah dengan konsumsi makanan-makanan yang membantu menekan metabolisme, seperti ubi, makanan laut kaya karotenoid dan produk-produk fermentasi seperti yang dilakukan oleh populasi di Okinawa, telah menunjukkan manfaat yang luar biasa bagi kesehatan pembuluh darah, menekan peradangan, mengurangi kejadian kanker dan pada akhirnya memperpanjang usia sehat.
  • Rendah zat antigen. Beberapa zat antigen yang berasal dari makanan sehari-hari menunjukkan kemampuan untuk menginduksi terjadinya reaksi peradangan dan autoimunitas pada individu-individu yang rentan. Diantaranya yang paling berperanan terhadap kejadian autoimunitas adalah: gluten (produk gandum), protein susu (susu segar, keju, mentega, yoghurt), ovoalbumin (putih telur), selectin, asam fitat dan capsaicin (cabai, tomat, terung, paprika dan keluarga solanaceae lainnya) serta produk kedelai non fermentasi (tahu, susu kedelai namun bukan tempe). Selain itu bahan pengawet, perwarna makanan dan bahan kimia tambahan pada makanan olahan lainnya diduga memainkan peranan penting dalam menganggu keseimbangan genetik dan mencetuskan aktifnya gen-gen pemicu inflamasi dan kanker. Penggunaan antibiotika dalam ternak modern, seperti pada sapi dan ayam ternak, juga menyebabkan gangguan mikrobiom di usus yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan aktivitas peradangan saluran cerna dan tubuh secara keseluruhan. Untuk mengatasi permasalahan ini usahakan menggunakan bahan-bahan makanan yang kita ketahui asal usulnya, utamakan produk-produk organik dan apabila memungkinkan tanam dan pelihara sendiri bahan pangan kita (earth to table).
  • Tinggi zat anti-inflamasi. Beberapa bahan makanan diketahui mempunyai efek anti peradangan yang luar biasa, diantaranya adalah minyak kelapa murni (VCO), minyak zaitun murni, kunyit, jahe, kaldu tulang dan makanan fermentasi seperti tauco, kefir, kimchi dan lain sebagainya. Minyak zaitun dan VCO bekerja dengan mengubah keseimbangan asam lemak tubuh menjadi tinggi omega 3 yang sifatnya anti peradangan, di mana diet sehari-hari kita tinggi omega 6 yang pro peradangan. Kunyit dan jahe yang banyak digunakan dalam makanan Asia terbukti mengandung berbagai macam zat yang dapat menekan peradangan tubuh secara alamiah, zat aktif dalam kunyit yakni curcumin juga terbukti sebagai anti kanker dan memperbaiki kualitas penuaan.

Adaptasi pola diet AI untuk masyarakat Indonesia

Mengenal makanan-makanan yang dapat mencetuskan terjadinya autoimunitas adalah langkah awal, namun langkah selanjutnya yang lebih menantang adalah bagaimana menerapkan pola tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menyelaraskan dengan pengobatan dari dokter. Pengaturan pola diet seyogyanya harus diatur bersama-sama dengan dokter yang merawat dan ahli gizi yang kompeten dalam hal autoimunitas, kita harus menghindari pola-pola diet yang berbahaya dan tidak bergizi seimbang (misal diet ketofastosis, diet apel, diet putih dsbnya). Dokter dan ahli gizi akan membantu untuk mengatur pola diet eliminasi yang baik tanpa mengurangi asupan gizi, biasanya kami akan menghilangkan terlebih dahulu makanan-makanan yang sering mencetuskan autoimunitas seperti gluten, produk susu, keluarga terung-terungan dan kedelai non fermentasi.

30992193_249879642246648_9021934432835076096_n
Buku Romansa Rempah Indonesia bisa membantu kawan-kawan ODAI untuk menerapkan diet sehat di lingkungan masyarakat Indonesia sesuai daerah masing-masing, dapatkan di sini.

Produk-produk lain yang aman dapat dikonsumsi secara bervariasi dengan memperhatikan prinsip rendah kalori, rendah antigen dan tinggi anti inflamasi. Sebagai catatan makanan yang dipantang tidak selamanya tidak boleh, setelah kondisi AI remisi, dokter, ahli gizi dan pasien dapat bekerja sama untuk memulai kembali makanan-makanan tersebut sambil dilakukan observasi. Bahan makanan di Indonesia sangat kaya akan bahan-bahan yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan dapat membantu untuk mengatur dan mencegah terjadinya peradangan dan autoimunitas, di bawah ini ada tabel singkat makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi pada fase awal pengobatan. Dalam buku ini kawan-kawan juga akan bisa mempelajari lebih banyak mengenai bahan-bahan dan resep-resep yang dapat digunakan sesuai dengan bahan yang tersedia di Indonesia. Informasi dan pemesanan lebih lanjut bisa didapatkan di sini.

Tabel Bahan Makanan yang Aman dan Harus Diwaspadai bagi ODAI (Orang Dengan Auto Imun)

Aman Hindari sementara
Sayuran beraneka ragam warna Biji-bijian/grains (beras, gandum, barley, oat dsbnya)
Buah-buahan segar Polong-polongan/legumes (kedelai, kacang polong, kacang merah dsbnya)
Daging berkualitas tinggi Telur
Kaldu tulang Produk susu
Rempah-rempah daun, kayu atau akar (kemangi, kunyit, jahe, daun salam, kayu manis dsbnya) Keluarga terung-terungan (cabai, terung, tomat, paprika)
Kelapa dan produknya (VCO, santan, krim kelapa) Kacang-kacangan (kacang tanah, walnut, hazelnut)
Produk fermentasi non susu (tauco, kimchi, terasi, kefir dsbnya) Alkohol
Lemak sehat (VCO, minyak zaitun) Makanan reaktif pribadi