Sobat Imun yang terkasih, saat ini sebagaimana kita ketahui pandemi Covid-19 sedang meningkat drastis di negara kita, tentunya membuat kita sebagai penyintas autoimun/alergi memiliki kekhawatiran tersendiri bagaimana melindungi diri kita dan keluarga dengan baik. Selain menjalankan protokol 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas dan menjauhi kerumunan), vaksinasi telah terbukti sebagai salah satu metode paling ampuh untuk mencegah dan mengurangi dampak infeksi. Vaksinasi Covid-19 juga saat ini telah dinyatakan aman dan dapat diberikan pada orang-orang dengan gangguan autoimun dan alergi. Namun demikian, tentunya ada banyak pertanyaan yang diajukan oleh sobat imun, yuk mari kita jawab pertanyaan tersebut satu per satu.
Apakah itu vaksinasi, bagaimana metode kerjanya?
Pada dasarnya vaksinasi merupakan cara untuk melatih sistem imun kita untuk bisa mengenali kuman penyebab infeksi dengan cara yang aman. Pengenalan sistem imun terhadap kuman penyebab infeksi ini bertujuan membuat sistem imun kita bisa mengatasi kuman penyebab infeksi dengan efektif, sehingga bisa menetralisir kuman tersebut dengan cepat dan mencegah diri kita menjadi sakit pada saat terpapar.
Ada berapa macam tipe vaksin Covid-19 yang saat ini digunakan?
Pada dasarnya, saat ini ada empat tipe vaksin yang digunakan secara luas di seluruh dunia, yakni vaksin virus dimatikan (inactivated, seperti vaksin dari Sinovac dan Sinopharm), vaksin protein vektor virus (seperti vaksin dari AstraZeneca dan Cansino), vaksin mRNA (seperti vaksin dari Moderna dan Pfizer) dan vaksin subunit (seperti vaksin dari Novavax dan vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan di Indonesia. Pada dasarnya keempat vaksin ini bertujuan untuk mengenalkan sistem imun kita terhadap protein spike dari virus SARS-CoV2 yang sebabkan Covid-19, sehingga bisa dinetralisir dengan cepat pada saat virus masuk ke dalam tubuh kita.

Apakah aman memasukkan kuman penyebab infeksi melalui vaksinasi?
Tentunya aman, karena vaksinasi biasanya tidak menggunakan kuman hidup untuk melatih sistem imun kita, kecuali pada vaksin-vaksin tertentu seperti campak dan polio oral. Khususnya pada vaksinasi Covid-19, secara umum kita menggunakan 4 teknologi yang kesemuanya menggunakan virus mati, pecahan virus atau materi genetik, sehingga tidak akan menyebabkan terjadinya infeksi/kesakitan akibat virus Covid-19. Sampai saat ini efek samping yang terjadi pasca vaksinasi ringan, yakni nyeri di tempat suntikan, nyeri sendi dan otot, serta beberapa orang dapat mengalami demam ringan (37.5-38.5 Celcius). Beberapa orang mungkin dapat mengalami reaksi alergi, seperti bentol-bentol, sesak napas dan tekanan darah turun (anafilaksis), namun ini merupakan gejala yang sangat jarang ditemukan dan setiap lokasi vaksin sudah memiliki kemampuan untuk mengatasi reaksi alergi ditempat.
Bagaimana berita yang mengatakan terjadi efek samping berat?
Beberapa efek samping berat memang telah dikaitkan pada beberapa vaksin yang digunakan, seperti efek pembekuan darah dan penurunan trombosit pada vaksin AstraZeneca (1 kejadian dari 100.000 orang yang divaksin) dan radang otot jantung/miokarditis pada vaksin Moderna dan Pfizer (12.6 kejadian dari 1.000.000 dosis vaksin). Sebagai perspektif ini merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi, sebagai contoh kejadian trombositopenia autoimun pada orang yang tidak divaksin Covid-19 adalah 6-9 per 100.000 orang, lebih tinggi dari kejadian pada orang-orang yang divaksin. Juga miokarditis pasca vaksin mRNA, dimana pada remaja dan anak-anak yang terinfeksi Covid-19 miokarditis ditemukan pada 30-60% pasien. Selain itu data dari Amerika Serikat menunjukkan, pada pria usia 18-24 tahun, vaksinasi dapat mencegah 12.000 kasus Covid, 530 rawat inap, 127 rawat kritis ICU dan 3 kematian untuk setiap 45-56 kasus miokarditis yang terjadi.
Apa yang dikhawatirkan pada vaksinasi di orang dengan gangguan autoimun?
Pada orang dengan autoimun, terdapat beberapa kekhawatiran terhadap vaksinasi, diantaranya adalah: (1) adanya adjuvan seperti alumunium hidroksida di vaksin Sinovac ditakutkan memicu kekambuhan autoimun; (2) vaksin AstraZeneca dapat mencetuskan terjadinya penurunan kadar trombosit dan gangguan pembekuan darah; (3) reaksi pembentukan antibodi yang kuat pada vaksin mRNA dapat sebabkan kekambuhan autoimunitas; dan (4) penggunaan obat-obatan imunosupresan dapat menghambat pembentukan antibodi pasca vaksin. Dibawah ini saya akan bahas satu persatu kekhawatiran yang muncul ya.
Apa benar vaksin bisa cetuskan kekambuhan autoimunitas?
Sampai saat ini belum ada data untuk keseluruhan autoimunitas yang jumlahnya mencapai 200 jenis, namun data dari penelitian vaksin Covid-19 pada penyintas lupus di Eropa menunjukkan vaksin Covid-19 tidak sebabkan terjadinya kekambuhan pada penyintas Lupus yang divaksin. Studi ini melibatkan lebih dari 570 orang penyintas lupus, dengan penggunaan vaksin yang beragam mulai dari Pfizer, Sinovac, AstraZeneca sampai Moderna. Penelitian ini juga menunjukkan efek samping pasca vaksin yang serupa antara penyintas lupus dengan orang tanpa autoimun, yang sebagian besar berupa nyeri tempat suntikan, pegal-pegal dan demam ringan. Gambar dibawah menunjukkan ilustrasi kunci dari hasil penelitian Vacolup yang sebentar lagi akan dipublikasikan di jurnal internasional. Jadi disini terlihat, walaupun secara teoritis adanya adjuvan pada vaksin Sinovac dan efek stimulasi kuat vaksin Pfizer/Moderna dapat sebabkan kekambuhan autoimunitas, pada situasi dunia nyata ternyata vaksin Covid-19 tidak sebabkan hal tersebut.

Apa benar vaksin AstraZeneca bisa sebabkan pembekuan darah dan trombosit turun?
Beberapa laporan dari Jerman dan Inggris memang telah mengaitkan terjadinya efek samping berupa pembukan darah dan penurunan trombosit pada beberapa orang yang mendapatkan vaksin AstraZeneca. Kejadian ini dikaitkan dengan mekanisme autoimunitas yang mirip dengan terjadinya trombositopenia autoimun. Risiko tertinggi diketahui terjadi pada wanita usia dibawah 40 tahun dan mendapatkan terapi kontrasepsi hormonal (pil KB atau susuk KB), sehingga pemerintah Inggris menawarkan vaksin alternatif bagi orang-orang berusia dibawah 40 tahun dan terutama wanita. Sampai saat ini vaksin AstraZeneca tetap aman dan efektif digunakan terutama bagi individu berusia 50 tahun keatas, yang terutama memerlukan perlindungan lebih, karena pada dasarnya efektivitas pembentukan antibodi dari vaksin ini lebih kuat dibandingkan vaksin Sinovac.
Apa benar vaksin tidak efektif bila diberikan pada orang dengan autoimun?
Terdapat kekhawatiran pada orang-orang yang mendapatkan terapi dengan imunosupresan vaksin tidak akan efektif dalam membentuk antibodi didalam tubuh. Pada dasarnya beberapa studi sudah membuktikan, bila tidak mendapatkan steroid dengan dosis di atas 20mg setara prednison, tidak mendapatkan terapi methotrexate dan tidak mendapatkan terapi rituximab, maka vaksinasi dengan vaksin apapun akan tetap bermanfaat dalam mencetuskan terbentuknya antibodi. Khusus untuk ODAI yang mendapatkan terapi dengan methotrexate tetap bisa mendapatkan vaksinasi, dengan catatan dosis methotrexate satu minggu pasca vaksin ditunda dan dilanjutkan kembali pada minggu kedua pasca vaksin. Pada orang-orang yang mendapatkan imunosupresan lain seperti azathioprine (Imuran), asam mikofenolat (Myfortic), mikofenolat mofetil (Cellcept), siklosporin (Sandimun) dan tacrolimus (Prograf) tidak diperlukan penyesuaian khusus.
Bagaimana dengan orang yang mempunyai banyak alergi?
Pada dasarnya alergi bersifat khusus, sehingga riwayat alergi obat, makanan dan debu sebelum tidak meningkatkan risiko orang tersebut untuk mengalami alergi terhadap vaksinasi Covid-19. Perhatian khusus hanya kepada orang yang pernah memiliki riwayat alergi dengan vaksin yang mempunyai komponen sama dengan vaksin yang akan diberikan, dalam hal ini akan diberikan jenis vaksin lain yang berbeda komponennya. Orang dengan riwayat alergi beragam tetap dapat menerima vaksin Covid-19 dengan aman seperti orang tanpa alergi pada umumnya.
Jadi bagaimana langkah orang dengan autoimun/alergi untuk mendapatkan vaksinasi?
Bagaimana langkah yang harus kita lakukan untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19, simak langkah demi langkah berikut ya:
- Pastikan kondisi autoimun anda dalam keadaan terkontrol, definisi terkontrol sangat berbeda untuk masing-masing kondisi autoimun, jadi konsultasikan dengan dokter yang merawat ya,
- Pastikan anda sedang tidak mengkonsumsi steroid lebih dari 20mg setara prednison atau sedang mendapatkan terapi rituximab, bagi yang sedang sedang mendapatkan methotrexate pastikan diatur penggunaannya oleh dokter yang merawat,
- Bagi wanita usia dibawah 40 tahun dan mempunyai kondisi autoimun terkait gangguan pengentalan darah/gangguan trombosit, pastikan mendapatkan vaksinasi selain AstraZeneca,
- Bagi penyintas gangguan alergi obat, pastikan anda tidak memiliki alergi terhadap salah satu komponen vaksin yang akan anda terima, konsultasikan dengan konsultan alergi imunologi untuk membantu memilihkan vaksin yang cocok untuk anda,
- Bagi yang sudah layak menerima vaksin, dengan kriteria di atas, jangan tunda-tunda vaksin untuk pilih-pilih vaksin tertentu, semua vaksin mempunyai manfaat yang kurang lebih serupa untuk mecegah rawat inap, komplikasi dan kematian akibat Covid-19. Jangan lupa juga untuk meminta surat keterangan layak vaksin dari dokter yang merawat ya!
Demikian keterangan yang bisa saya sampaikan, semoga menjawab keraguan dan pertanyaan sobat imun sekalian mengenai vaksinasi pada individu dengan gangguan sistem imun terkait autoimunitas dan alergi.
Salam sehat bermanfaat,
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Saya menderita lekocytoclastic vasculitis sejak 2011. Penyakit ini tidak pernah sembuh, saya bisa mengontrol dengan menjaga pola makan.
SukaSuka