Rinosinusitis adalah kondisi peradangan rongga hidung dan sinus paranasal (rongga pada sekitar hidung) yang ditandai dengan penyumbatan dan obstruksi hidung atau terdapat lendir keluar dari hidung (ingus) disertai 2 gejala tambahan yaitu: nyeri wajah dan penurunan indera penciuman.1 Rinosinusitis alergi disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang mempresentasikan zat alergen ke sel imun pada seseorang. Penyakit ini biasanya bersifat berkepanjangan yang seringkali menurunkan kualitas hidup pasien.2 Tujuan dari tatalaksana pengenalian rinosinusitis alergi adalah untuk mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Tatalaksana diberikan untuk memperbaiki aliran sinus, memberantas peradangan atau infeksi lokal di hidung.3

Salah satu trik untuk mengendalikan rinosinusitis alergi tanpa memberikan obat adalah dengan menghindari zat alergn atau faktor pencetus reaksi alergi dan zat iritan (misalnya: asap rokok, tembakau). Kategori alergen yang paling sering yaitu polen (pohon, bunga, rumput), serangga (tungau debu rumah, kecoak), dan hewan peliharaan. Alas tidur seperti sprei dan selimut, handuk dan baju harus dicuci setiap hari dengan air hangat dan dibiarkan untuk kering sebelum menggunakannya. Pasien yang memiliki alergi lingkungannya sekitar dapat mengubah kondisi lingkungannya agar mengurangi paparan alergen yang menganggu tersebut (contohnya: menggunakan air purifier / pembersih udara di dalam kamar, membersihkan rumah dari debu dan sampah makanan bekas). Pasien dapat direkomendasikan untuk pelindung kasur anti-tungau di tempat tidur, menjaga kamar tidur agar udara tidak terlalu lembab dan tidak memelihara hewan peliharaan (bila terdapat alergi bulu hewan). Selain menghindari zat alergen, pasien yang masih merokok dan memiliki rinosinusitis diharapkan untuk berhenti merokok.4

Irigasi nasal (cuci hidung) dapat dilakukan sebagai upaya membersihkan sinus dari lendir dan mengurangi gejala inflamasi pasien. Irigasi dapat dilakukan satu kali setiap hari menggunakan isotonik saline. Cairan ini dapat didapatkan di apotek dan dapat memakai botol irigasi nasal untuk mengalirkan cairan saline secara perlahan masuk ke lubang hidung dan membiarkan aliran ke rongga hidung sebelahnya.2

Nasal dekongestan topikal dapat digunakan untuk mengurangi gejala hidung tersumbat yaitu dengan mengurangi pembengkakan mukosa pada hidung, seperti pseudoephedrine. Akan tetapi, penggunaannya tidak boleh lebih dari 7 hari, karena dapat menyebabkan rebound effect. Kondisi ini dapat menyebabkan hidung akan semakin tersumbat ketika obat dihentikan. Dekongestan juga dapat dikombinasikan dengan obat anti-histamin oral untuk mengurangi sekresi nasal dan gejala bersin.4,5

Kortikosteroid intranasal juga dapat digunakan sebagai terapi pilihan untuk pasien dan dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan anti-histamin oral. Saat digunakan secara teratur dan benar, kortikosteroid intranasal efektif mengurangi peradangan pada mukosa dan memperbaiki gejala hidung tersumbat dan pilek. Semprotan kortikosteroid intranasal harus digunakan dengan menekuk kepala kepala ke depan untuk melihat ke lantai dan menyemprot secara lateral (jauh dari septum hidung). Pasien sebaiknya tidak mengendus terlalu keras setelah penyemprotan.4

Meskipun rinosinusitis alergi disebabkan oleh peradangan akibat alergen daripada infeksi, infeksi sinus dapat berkembang dan memperburuk gejala. Akibatnya, sebagain orang perlu mengonsumsi antibiotik yang berlangsung beberapa minggu untuk mengobati infeksi sinus pada orang dengan rinosinusitis alergi.1

Diharapkan untuk konsultasi terlebih dahulu mengenai penggunaan pengobatan pada rinosinusitis alergi. Konsumsi air dengan banyak serta istirahatlah dengan cukup.

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat, 

Jennifer Natalia, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked 
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI

Referensi 

1.  Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Reitsma S, et al. Epos 2020. Off J Eur Int Rhinol Soc Confed Eur ORL-HNS. 2020;Suppl 29(29):1–464.  

2.  Para AJ, Clayton E, Peters AT. Management of rhinosinusitis: An evidence based approach. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2016;16(4):383–9.  

3.  Sedaghat AR. Chronic rhinosinusitis. Infect Ears, Nose, Throat, Sinuses. 2018;96(8):155–68.  

4.  Small P, Keith PK, Kim H. Allergic rhinitis. Allergy, Asthma Clin Immunol [Internet]. 2018;14(s2):1–11. Available from: https://doi.org/10.1186/s13223-018-0280-7 

5.  Marcus S, Roland LT, DelGaudio JM, Wise SK. The relationship between allergy and chronic rhinosinusitis. Laryngoscope Investig Otolaryngol. 2019;4(1):13–7.