Anafilaksis merupakan gangguan hipersensitifitas akut yang mengancam nyawa dan didefinisikan sebagai reaksi alergi multisystem. Reaksi anafilaksis merupakan respon yang termediasi oleh IgE. Anafilaksis dapat mengancam nyawa dikarenakan dapat menyebabkan depresi nafas. Terlepas dari hal-hal yang dapat menyebabkan reaksi anafilaksis, manifestasi klinis dan penanganannya cukup identik satu sama lain. 1 2 

Reaksi anafilaksis dapat disebabkan oleh beberapa obat, makanan, atau sengatan serangga. Hipersensitivitas terhadap latex juga umum terjadi dan memiliki prevalence yang terus meningkat. Pada beberapa kasus anafilaksis, agen yang menyebabkan anafilaksis tidak data diidentifikasi, kasus ini juga biasa disebut sebagai anafilaksis idiopatik. Prevalensi dari reaksi anafilaksis di seluruh dunia sendiri berkisar pada angka 1 hingga 3 persen dari seluruh populasi. Reaksi anafilaksis dapat terjadi pada semua kelompok usia namun reaksi anafilaksis lebih sering dijumpai pada populasi yang lebih muda dan lebih sering ditemui di negara-negara maju. Reaksi anafilaksis sendiri sering tidak terdiagnosa atau salah diagnosa, hal ini menyebabkan meningkatnya tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas pada individu-individu yang mengalami reaksi anafilaksis. 3 4 5 

Tanda dan gejala reaksi anafilaksis pada umumnya dimulai dengan tanda-tanda reaksi alergi ringan. Tanda dan gejala dari reaksi anafilaksis tergantung dari mode transmisi agen yang menyebabkan reaksi tersebut. Pada umumnya pasien akan mengeluhkan kemerahan dan rasa gatal pada kulit. Pasien juga dapat mengeluhkan rasa penuh atau terdapat sesuatu yang mengganjal di tenggorokan secara tiba-tiba sehingga pasien akan datang dengan keluhan kesulitan bernafas. Ini merupakan tanda dari reaksi anafilaksis yang serius dan harus segera ditangani. Gejala lain yang ditemukan pada pernapasan adalah suara nafas yang kasar, mengi, atau stridor. 6 

Dalam mengendalikan reaksi anafilaksis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah jalan nafas. Jalan nafas pada umumnya akan terganggu dalam reaksi anafilaksis. Sehingga mempertahankan patensi jalan nafas sangat penting pada orang yang mengalami reaksi anafilaksis. Pada kasus tertentu, intubasi harus dilakukan untuk mempertahankan patensi jalan nafas. Dekontaminasi dari agen yang menyebabkan reaksi juga penting untuk menghindari paparan terus menerus dan menghindari perburukan dari kondisi orang tersebut. Jika terdapat bekas sengatan serangga, dapat dilepaskan. 6 

Hal selanjutnya adalah memanggil bantuan medis. Penggunaan obat injeksi epinefrin merupakan tatalaksana awal yang paling tepat pada orang yang mengalami reaksi anafilaksis. Beberapa tempat umum dapat mempunyai epinefrin injeksi dalam bentuk pen. Pada orang dengan keadaan klinis yang belum membaik, suntikan tersebut dapat diulang setiap 5 sampai 10 menit sampai keadaan klinis membaik. Sembari menunggu bantuan medis datang, pasien dapat diposisikan dalam posisi berbaring dengan kedua tungkai bawah diangkat untuk mempertahankan sirkulasi optimal untuk organ-organ vital. Reaksi anafilaksis dengan awitan hebat harus mendapatkan penanganan dari tim medis dan dokter spesialis namun beberapa reaksi anafilaksis dapat teratasi oleh suntikan epinefrin. 6 7 

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat, 

Reynaldi Ardi Putra Fernandes, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked 

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI 

Referensi 

1. Okubo Y, Nochioka K, Testa MA. Nationwide Survey of Hospitalization Due to Pediatric Food-Induced Anaphylaxis in the United States. Pediatr Emerg Care. 2019;35(11).  

2. Castilano A, Sternard B, Cummings ED, Shi R, Arnold T, Bahna SL. Pitfalls in anaphylaxis diagnosis and management at a university emergency department. Allergy Asthma Proc. 2018;39(4).  

3. Akenroye AT, Ajala A, Azimi-Nekoo E, De Vos GS. Prevalence of anaphylaxis among adults admitted to critical care for severe asthma exacerbation. Emerg Med J. 2018;35(10).  

4. Pattanaik D, Lieberman P, Lieberman J, Pongdee T, Keene AT. The changing face of anaphylaxis in adults and adolescents. Ann Allergy, Asthma Immunol. 2018;121(5).  

5. Anagnostou K. Anaphylaxis in Children: Epidemiology, Risk Factors and Management. Curr Pediatr Rev. 2018;14(3).  

6. McLendon K, Sternard BT. Anaphylaxis [Internet]. StatPearls. StatPearls Publishing; 2021 [cited 2021 May 8]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29489197 

7. Chong KW, Ruiz-Garcia M, Patel N, Boyle RJ, Turner PJ. Reaction phenotypes in IgE-mediated food allergy and anaphylaxis. Vol. 124, Annals of Allergy, Asthma and Immunology. 2020.