Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) atau anemia hemolitik autoimun merupakan salah satu penyakit autoimun di mana antibodi secara spesifik menyerang sel darah merah sehingga menyebabkan kondisi anemia (penurunan kadar hemoglobin). Penyakit ini berbeda dengan lupus yang menyerang banyak organ yang berbeda. AIHA cukup jarang di mana angka kejadiannya sebanyak 1 – 3 dari 100.000 orang per tahun dan lebih sering terjadi pada usia di atas 40 tahun, namun tidak jarang juga terjadi pada anak-anak. AIHA merupakan kondisi serius dengan angka kematian sekitar 10% jika tidak diberikan penanganan yang tepat.Sampai sekarang penyebab yang mendasari timbulnya AIHA masih belum diketahui secara jelas, namun AIHA dapat dipicu oleh kondisi penyakit lain seperti infeksi virus atau bakteri, kanker seperti limfoma dan leukemia, dan beberapa obat seperti antibiotik.1–3

Tanda dan gejala AIHA sebenarnya mencakup gejala dari anemia pada umumnya yaitu mudah letih, lesu, lemah, wajah  pucat, jantung berdebar-debar, serta sesak nafas pada kasus berat. Namun tanda dan gejala spesifik yang dapat terjadi pada pasien AIHA yaitu rasa lemas, pucat, kulit kuning, serta pembesaran ukuran organ limpa (spleen) dan hati. Tanda dan gejala seperti sesak nafas, takanan darah rendah, jantung berdebar, dan suara desis jantung abnormal juga dapat terjadi tergantung tingkat keparahan penyakit. AIHA juga dapat menyebabkan terjadinya gagal ginja akut yang ditandai dengan air seni berwarna seperti minuman coca-cola akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal dan pemecahan sel darah merah yang berlebihan.4,5

AIHA dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan suhu optimal untuk aktivasi antibodinya, yaitu tipe hangat, tipe dingin, dan tipe campuran. AIHA tipe hangat adalah jenis AIHA yang paling sering terjadi (75-80%) yang menyerang sekitar 1 dari 80.000 orang per tahun.  AIHA tipe hangat terjadi pada suhu 37°C dan dimediasi oleh antibodi IgG serta dapat dipicu oleh beberapa kondisi lain seperti leukemia, lupus, HIV, dan beberapa antibiotik seperti cefotetan dan seftriakson. Sedangkan AIHA tipe dingin hanya terjadi pada sekitar 10 – 15% kasus AIHA dan terjadi biasanya pada suhu 4 – 30°C yang dimediasi oleh antibodi IgM. AIHA tipe dingin juga dapat dipicu infeksi virus dan limfoma. AIHA tipe dingin biasanya menimbulkan gejala yang lebih cepat berbeda dengan tipe hangat di mana gejala mucul secara lebih perlahan. AIHA tipe campuran lebih jarang terjadi dan angka kejadiannya hanya sekitar kurang dari 5% dari seluruh kejadian AIHA.6

Pasien dengan tanda dan gejala AIHA dapat melakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan adanya anemia yang ditandai dengan nilai hemoglobin dan hematokrit yang rendah serta tanda pemecahan darah yang berlebihan yang ditandai dengan kenaikan nilai bilirubin indirek, MCV, dan LDH. Penurunan kadar haptoglobin juga dapat membantu menegakkan diagnosis AIHA. Pada pemeriksaan apusan darah, sel darah merah dapat terlihat berbentuk bulat tanpa warna pucat di bagian tengahnya yang berarti tidak normal (spherocytes). Pemeriksaan yang cukup spesifik terhadap AIHA adalah tes Coombs atau DAT (Direct Antiglobulin Test). DAT secara langsung akan mendeteksi keberadaan autoantibodi pada sel darah merah. Diagnosis AIHA dapat ditegakkan apabila pasien memiliki DAT yang positif. Sensitivitas DAT bervariasi tergantung dari teknik yang digunakan dalam prosedurnya. Pasien yang terdiagnosa AIHA disarankan untuk memeriksa juga keberadaan penyakit SLE (lupus) dan leukemia limfositik kronis. Untuk menentukan tipe AIHA dapat dilakukan pemeriksaan antiserum monospesifik yang akan memeriksa anti-IgG, anti-IgM, anti-IgA, anti-complement, dan anti-C).7,8

Pengobatan pilihan pertama yang dapat diberikan untuk pasien dengan AIHA tipe hangat adalah steroid. Steroid bekerja dengan cara menekan respons imun berlebihan dalam tubuh sehingga sel darah merah tidak dipecah secara berlebihan. Steroid yang dapat diberikan adalah tablet prednisone dengan durasi pemberian selama 3 – 4 minggu. Setelah itu penggunaan steroid harus dikurangi perlahan dan dihentikan lalu secara berkala melakukan pengecekan darah. Pasien dengan AIHA berat sebaiknya dirawat inap dan diberikan steroid berupa infus metilprednisolon selama 10 – 14 hari. Jika pemberian steroid gagal, dapat diberikan terapi pilihan kedua yaitu infus Rituximab (obat antibodi monoklonal) selama 4 minggu. Operasi pengangkatan limpa dapat menjadi pilihan selanjutnya apabila terapi dengan obat-obatan masih belum memberikan efek maksimal. Pasien dengan AIHA tipe dingin dapat diberikan pengobatan yang sama dengan AIHA tipe hangat. Akan tetapi penting bagi pasien AIHA tipe dingin untuk menghindari ruangan dengan suhu dingin dan menghangatkan terlebih dahulu kantong darah jika hendak melakukan transfusi darah. Penting juga diketahui bahwa tindakan operasi pengangkatan limpa tidak dilakukan pada pasien dengan AIHA tipe dingin karena dinilai tidak efektif.9,10

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat,

dr. Rashmeeta; Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI

Referensi

1.        Hill QA, Hill A, Berentsen S. Defining autoimmune hemolytic anemia: a systematic review of the terminology used for diagnosis and treatment. Blood Adv [Internet]. 2019;3(12):1897. 

2.        Dennis L. Kasper, MD, Stephen L. Hauster, MD, J. Larry Jameson, MD P. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Edition. 19th, editor. 1388. 

3.        Barcellini W, Zaninoni A, Giannotta JA, Fattizzo B. New Insights in Autoimmune Hemolytic Anemia: From Pathogenesis to Therapy. J Clin Med [Internet]. 2020;9(12):1–19. 

4.        Kȩdziora-Kornatowska K, Mądra-Gackowska K, Gackowski M. Anemia. Encycl Biomed Gerontol [Internet]. 2022 Jan 9;222–8. 

5.        Marcus N, Attias D, Tamary H. Autoimmune hemolytic anemia: current understanding of pathophysiology. 2017; 

6.        Kathryn L. McCance SEH. Pathophsysiology : The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 7th editio. Elsevier; 

7.        Fattizzo B, Barcellini W. Autoimmune hemolytic anemia: causes and consequences. https://doi.org/101080/1744666X20222089115 [Internet]. 2022;18(7):731–45. 

8.        Jäger U, Barcellini W, Broome CM, Gertz MA, Hill A, Hill QA, et al. Diagnosis and treatment of autoimmune hemolytic anemia in adults: Recommendations from the First International Consensus Meeting. Blood Rev [Internet]. 2020;41. 

9.        Michalak SS, Olewicz-Gawlik A, Rupa-Matysek J, Wolny-Rokicka E, Nowakowska E, Gil L. Autoimmune hemolytic anemia: current knowledge and perspectives. Immun Ageing [Internet]. 2020;17(1). 

10.      Hill A, Hill QA. Autoimmune hemolytic anemia. Hematol Am Soc Hematol Educ Progr [Internet]. 2018;2018(1):382.