Sindrom kelelahan kronik merupakan kondisi jangka panjang yang ditandai dengan kelelahan yang menetap. Tanda khas dari gangguan ini adalah gejala-gejala di atas muncul tanpa penyebab yang jelas, terjadi kekambuhan, dan keluhan tidak membaik setelah istirahat.
Keluhan ini juga disertai berbagai gejala yang berhubungan dengan disfungsi kognitif, imunologi, dan kelenjar yang berpengaruh pada fungsi aktivitas sehari-hari. Gejala yang sering menyertai kelelahan antara lain gangguan tidur, nyeri otot, nyeri sendi, gangguan fungsi berpikir, nyeri kepala, serta kelelahan setelah aktivitas harian.
Sindrom kelelahan kronik memiliki penyebab multifaktorial. Kondisi infeksi dapat memicu munculnya sindrom kelelahan kronik. Riwayat kondisi ketidakseimbangan hormone dan gangguan sistem imun juga dapat menyebabkan kelelahan yang menetap. Adanya masalah psikis juga harus dipikirkan sebagai penyebab gejala kelelahan jangka panjang.1
Sindrom kelelahan kronik dapat menyebabkan pasien kesulitan saat melakukan aktivitas harian. Gangguan ini juga dapat memberikan beban pada pasien. Penanganan secara menyeluruh harus dilakukan. Gejala seperti nyeri otot, nyeri sendi, dan gangguan tidur dapat dikonsultasikan ke dokter untuk mendapat penanganan dengan obat.2
Hal lain yang dapat mendukung dalam penanganan sindrom kelelahan kronik adalah terapi perilaku kognitif. Pelatihan fisik juga dapat diatur dan direncanakan untuk pasien. Selain itu, asupan nutrisi yang baik pastinya akan bermanfaat bagi pasien. Nutrisi yang tepat akan meminimalisir progresi dari penyakit.3 Menurut penelitian, teredapat hubungan antara aktivitas peradangan dan kambuhnya kelelahan. Berikut dibahas kandungan dan makanan yang dapat meminimalisir terjadinya peradangan:4,5
- Poly-unsaturated fatty acids (PUFA)
PUFA merupakan lemak yang dapat didapatkan dari produk minyak ikan. PUFA memiliki fungsi anti radang.
- Vitamin anti oksidan
Berdasarkan penelitian, vitamin A dipikirkan dapat menyeimbangkan efek peradangan. Hal ini dapat mempercepat pemulihan radang dan berdampak pada kelelahan. Vitamin A dapat didapatkan dari produk sayur diantaranya wortel, paprika, toma, ubi, alpukat, dan labu.
- Vitamin D
Vitamin D dipikirkan dapat menekan peradangan. Selain itu vitamin D dapat berpengaruh pada kulit dan selaput mukosa (selaput yang melapisi mulut dalam, tenggorokan, saluran pernapasan, dan saluran cerna). Kulit dan mukosa berfungsi sebagai pertahanan pertama tubuh kita. Dengan kualitas kulit dan mukosa yang baik, risiko masuknya bakteri juga makin kecil.
- Protein
Asupan protein yang rendah berpengaruh pada pembentukan masa otot. Masa otot yang kurang tentu akan berbanding lurus dengan kualitas aktivitas yang dapat dikerjakan. Massa otot dapat dibentuk dan dipertahankan melalui olahraga dan konsumsi protein yang baik. Protein dapat didapatkan dari hewan (dagin dan telur) dan tumbuhan (kacang dan olahannya).
- Probiotik
Pasien sindrom kelelahan kronik dapat mengalami gangguan pencernaan yang berat. Pasien dapat memiliki ketidakseimbangan bakteri saluran cerna sehingga dapat menyebabkan keluhan diare menetap yang mengganggu. Pemberian probiotik dipikirkan dapat membantu terjaganya ekosistem pada saluran cerna. Probiotik biasa ditemukan pada makanan yang difermentasi seperti yogurt, kefir, kombucha, dan minuman probiotik.

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Philia Petra Sulistio, S.Ked; Rashmeeta, S.Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Sepúlveda N, Carneiro J, Lacerda E, Nacul L. Myalgic Encephalomyelitis/Chronic Fatigue Syndrome as a Hyper-Regulated Immune System Driven by an Interplay Between Regulatory T Cells and Chronic Human Herpesvirus Infections. Front Immunol. 2019;10:1–34.
- Roberts D. Chronic fatigue syndrome and quality of life. Patient Relat Outcome Meas. 2018;Volume 9:253–62.
- Campagnolo N, Johnston S, Collatz A, Staines D, Marshall-Gradisnik S. Dietary and nutrition interventions for the therapeutic treatment of chronic fatigue syndrome/myalgic encephalomyelitis: a systematic review. J Hum Nutr Diet. 2017;30(3):247–59.
- Collard SS, Murphy J. Management of chronic fatigue syndrome/myalgic encephalomyelitis in a pediatric population: A scoping review. J Child Heal Care. 2020;24(3):411–31.
- Haß U, Herpich C, Norman K. Anti-inflammatory diets and fatigue. Nutrients. 2019;11(10):1–24.