Multiple sclerosis (MS) adalah salah satu dari berbagai macam penyakit saraf yang tidak murni diakibatkan oleh proses autoimun. Di Indonesia penyakit ini tergolong jarang jika dibandingkan dengan penyakit saraf lainnya. Survei telah menunjukkan prevalensi MS pada tahun 2013 di Indonesia adalah 0.5 kasus per 100.000 populasi. MS lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 2:1. Umumnya penyakit ini diderita oleh mereka yang berusia 20-50 tahun. MS berkembang secara bertahap dan dapat mengakibatkan kecacatan. Sekitar 50% penderita MS akan membutuhkan bantuan untuk berjalan dalam 15 tahun setelah awal munculnya penyakit.      Penyebab MS sampai saat ini belum diketahui. Banyak sekali faktor yang dapat mencetus kerusakan saraf sehingga munculnya penyakit ini. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh dapat berupa faktor keturunan, infeksi virus, metabolisme tubuh, faktor lingkungan dan gaya hidup. 1,2

Infeksi virus dapat menjadi salah satu penyebab utama dari proses peradangan kronik yang menyebabkan penyakit MS. Virus yang saat ini diketahui berperan pada perkembangan penyakit MS merupakan virus Epstein-barr. Penyebaran virus ini dapat melalui kontak secara langsung dengan orang yang terinfeksi, dimana air liur dapat menjadi sumber infeksi yang utama. Selain air liur virus juga dapat menular melalui cairan tubuh lain, seperti dahak, darah, sperma, atau cairan vagina. Maka dari itu kegiatan seperti berciuman, ataupun hubungan seksual dapat berrisiko tinggi memicu penularan. Jalur penularan lain seperti kontak dengan orang terinfeksi yang batuk atau bersin, berbagi alat makan dan minuman, tranfusi darah ataupun juga transplantasi organ. Virus ini dapat menyebabkan kondisi yang bernama mononukleosis. Kondisi ini dapat merusak sistem persarafan dalam tubuh akibat peradangan terus-menerus, sehingga menjadi salah satu risiko untuk mengembangkan penyakit MS.3,4

Manifestasi klinis yang dapat dilihat paling dominan adalah gejala pada sistem sensori, yaitu gejala pada persarafan yang mengantar sinyal ke otak saat melakukan aktivitas. Gejalanya dapat berupa rasa kesemutan di kaki, tangan, ataupun area tubuh lainnya, ada rasa seperti ditusuk jarum atau terbakar. Adanya rasa kebas atau mati rasa juga dapat dirasakan. Orang dengan penyakit ini biasanya juga merasakan nyeri pada area tubuh yang berbeda, ada yang merasa nyeri di badan, punggung, kaki atau tangan, dan lokasi nyeri bisa berubah seiringnya waktu berjalan. Penderita juga dapat merasakan adanya sensasi listrik dari leher ke bawah yang dirasakan saat kepala menekuk.2,6

Orang dengan penyakit ini dapat merasakan penglihatan kabur, penglihatan lebih tampak redup atau gelap, bahkan dapat menyebabkan turunnya persepsi akan warna. Gejala ini dapat berkembang menjadi lebih parah lagi, dimana akan terjadi kebutaan. Gejala dapat terjadi di salah satu mata dan terkadang di kedua mata, rasa nyeri dapat juga dirasakan bersamaan dengan menurunnya kemampuan penglihatan kita.2,6

Gejala selanjutnya adalah kelemahan pada otot kaki, tangan, dan juga wajah. Kelemahan yang dimaksud adalah berkurangnya kekuatan dari anggota gerak, Gerakan juga semakin lambat, dan rasanya seperti lemas tidak bertenaga. Pada wajah dapat dilihat adanya kesulitan menggerakan bibir, mengangkat alis, sehingga wajah tampak pelo. Pada penderita penyakit ini, dapat dirasakan juga rasa keram hebat, terutama pada kaki. Rasa keram hebat ini dapat membuat kesulitan dalam berjalan. 2,6

Gejala klinis lain yang dapat dilihat pada penyakit MS dapat berupa rasa pusing  berputar, terutama jika berpindah posisi dari tidur ke duduk. Terjadinya ketulian atau gangguan pendengaran juga tidak jarang. Penderita juga dapat mengalami kejang, lebih sensitif terhadap panas, contohnya saat mandi dengan air panas, dapat muncul gejala seperti penglihatan kabur atau saat demam dapat menimbulkan gejala-gejala saraf. Penderita MS juga sering mengalami gangguan buang air kecil, lebih sering mengompol, karena sulit menahan kencing. Lalu dapat juga terjadi sembelit atau susah buang air besar, lebih terasa keras dan sulit keluar. Pada beberapa penderita juga dapat mengalami disfungsi seksual, seperti berkurangnya gairah seksual atau libido, dan impoten pada pria. Penderita juga dapat mengalami depresi yang disertai dengan kelelahan.2,6

Meskipun pada penyakit MS terjadinya kecacatan dalam jangka panjang, tidak sepenuhnya dapat menjadi penyebab langsung kematian. Namun, pasien dengan MS memiliki peningkatan mortalitas yang signifikan secara statistik dibandingkan dengan populasi umum, dengan penurunan harapan hidup 7- 14 tahun. Terapi yang dapat dilakukan pada penderita penyakit ini dapat berupa terapi fisik dan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh dapat membantu meringankan gejala dan memperlambat perkembangan penyakit. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan hanya dapat dikendalikan agar tidak berkembang semakin parah. Meskipun jarang menyebabkan kematian, penyakit ini dapat menurunkan kualitas hidup sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari kita. Dengan mengenali ciri-ciri penyakit MS, kita dapat lebih cepat menyadari dan segera melakukan konsultasi ke dokter agar penyakit ini tidak berkembang menjadi semakin parah. Dengan rutin konsultasi kepada dokter dan mengikuti rencana terapi yang terbaik, keparahan dari penyakit ini dapat dihindari. 2,6,7

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat,

dr. Rashmeeta; Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, Sp.PD, K-AI

Referensi

  1. Browne P, Chandraratna D, Angood C, Tremlett H, Baker C, Taylor B v., et al. Atlas of multiple sclerosis 2013: A growing global problem with widespread inequity. Vol. 83, Neurology. Lippincott Williams and Wilkins; 2014. p. 1022–4.
  2. Cree BAC, Hauser SL. Multiple Sclerosis. In: Loscalzo J, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine 21e [Internet]. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2022.
  3. Walling DM, Hudnall SD, Yen-Moore A. Epstein-barr virus. In: Mucocutaneous Manifestations of Viral Diseases. CRC Press; 2002. p. 145–72.
  4. Bjornevik K, Cortese M, Healy BC, Kuhle J, Mina MJ, Leng Y, et al. Longitudinal analysis reveals high prevalence of Epstein-Barr virus associated with multiple sclerosis. Science (1979). 2022 Jan 21
  5. NIH Launches Clinical Trial of Epstein-Barr Virus Vaccine | Today’s Clinical Lab
  6. Ross JJ, Ropper AH. Multiple Sclerosis. In: McKean SC, Ross JJ, Dressler DD, Scheurer DB, editors. Principles and Practice of Hospital Medicine, 2e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2017.
  7. Scalfari A, Knappertz V, Cutter G, Goodin DS, Ashton R, Ebers GC. Mortality in patients with multiple sclerosis. Vol. 81, Neurology. American Academy of Neurology; 2013. p. 184–92.