Reaksi anafilaksis merupakan keadaan darurat yang berpotensi dan dapat mengancam nyawa seseorang. Reaksi alergi sistemik akut yang mengancam jiwa yang dihasilkan dari aktivasi dan degranulasi sel mast atau basofil.  Umumnya yang dapat memicu anafilaksis termasuk obat-obatan, sengatan serangga, dan makanan seperti telur, kacang tanah, produk susu, ikan, kerang, dan kacang pohon. Kemudian seperti transfusi produk darah, media radiokontras, dan imunoterapi spesifik alergen (suntikan alergi) juga dapat menimbulkan risiko anafilaksis.

Faktor risikonya antara lain yaitu individu dengan riwayat penyakit alergi atopik, diketahui memiliki risiko lebih besar untuk reaksi terhadap pemicu anafilaksis. Kemudian pola alergi dan anafilaksis bervariasi menurut usia dan jenis kelamin. Individu dewasa memiliki lebih banyak reaksi obat dibandingkan anak-anak. Jika sebelumnya memiliki riwayat anafilaksis, terutama baru-baru dapat dijadikan faktor risiko kekambuhan.

Makanan adalah salah satu penyebab anafilaksis yang paling umum, sebagian besar survei menunjukkan bahwa reaksi yang disebabkan oleh makanan mencapai 30% hingga 50% dari kasus anafilaksis di Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Australia, dan hingga 81% kasus anafilaksis pada anak-anak.

Alergen yang umum termasuk susu, telur, kacang tanah, kacang pohon, biji-bijian, gandum, kedelai, ikan, dan kerang. sebagian besar makanan tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi, termasuk asma yang diinduksi makanan. Beberapa pasien bereaksi terhadap adanya alergen dalam makanan ini dalam jumlah serendah 1 mg. Reaksi alergi juga tampaknya mempengaruhi orang secara berbeda berdasarkan usia: Susu sapi, telur, kedelai, dan kacang tanah sering menjadi penyebab pada anak-anak, sedangkan kacang tanah, kacang pohon, ikan, dan kerang adalah yang paling umum pada orang dewasa. 

Terkadang buah-buahan dan sayuran juga dapat menyebabkan alergi.  Contohnya seledri dan zucchini dapat menimbulkan reaksi alergi bahkan setelah dimasak dengan matang. Sensitisasi dapat berkembang sebagai akibat dari reaksi silang terhadap makanan dengan antigen yang sama.  Protein melon dapat bereaksi silang dengan protein serbuk sari dan sangat reaktif silang dengan protein yang terkandung dalam buah persik.

Orang yang alergi terhadap satu buah umumnya akan alergi juga terhadap keluarga buah yang sama.  Misalnya, buah persik, melon, kiwi, apel, dan pisang sering kali bereaksi silang dengan alpukat, aprikot, dan prem dan dapat didiagnosis melalui prick test, meskipun tes alergi IgE mungkin negatif. Pasien yang alergi terhadap lateks seringkali alergi terhadap buah-buahan tropis, seperti pisang, kiwi, dan alpukat.

Faktor risiko utama untuk food induced anaphylaxis (FIA) tampaknya adalah alergi makanan.  Memang sebagian besar pasien dengan FIA fatal atau kasus fatal diketahui disebabkan oleh alergi terhadap makanan yang menyebabkan reaksi anafilaksis. Tingkat keparahan reaksi alergi sebelumnya tidak dapat memprediksi tingkat keparahan reaksi alergi di kemudian hari. Oleh karena itu pedoman National Institutes of Health (NIH) terbaru untuk pengelolaan alergi makanan menganjurkan agar dokter mempertimbangkan meresepkan obat suntik autoinjektor epinefrin untuk semua pasien dengan reaksi alergi makanan. Kelompok dengan risiko tertinggi FIA adalah anak-anak laki-laki, sedangkan di antara orang dewasa wanita berada pada risiko yang lebih tinggi.  Secara keseluruhan, kelompok dengan risiko anafilaksis fatal tertinggi adalah dewasa muda. Di antara pasien dengan alergi makanan, mereka yang memiliki risiko tertinggi adalah mempunyai riwayat anafilaksis, mereka dengan asma (risiko meningkat dengan keparahan asma), mereka yang alergi terhadap kacang tanah, kacang pohon, dan kerang. Dengan jenis alergi makanan ini, gejala biasanya lebih lambat berkembang dan bertahan lebih lama daripada alergi makanan klasik.

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat,

Erica Harsini, S.Ked; dr. Rashmeeta

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, Sp.PD, K-AI

Referensi

  1. Gargano D, Appanna R, Santonicola A, De Bartolomeis F, Stellato C, Cianferoni A et al. Food Allergy and Intolerance: A Narrative Review on Nutritional Concerns. Nutrients. 2021;13(5):1638.
  2. Beltrán-Cárdenas C, Granda-Restrepo D, Franco-Aguilar A, Lopez-Teros V, Arvizu-Flores A, Cárdenas-Torres F et al. Prevalence of Food-Hypersensitivity and Food-Dependent Anaphylaxis in Colombian Schoolchildren by Parent-Report. Medicina. 2021;57(2):146.
  3. Cianferoni A, Muraro A. Food-Induced Anaphylaxis. Immunology and Allergy Clinics of North America. 2012;32(1):165-195.