Hepatitis autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh  seseorang menyerang sel-sel atau organ hati yang sehat. Penyakit ini bersifat lama dan penyebabnya tidak diketahui. Pada hepatitis autoimun, akan terjadi peradangan pada sel-sel hati yang jika tidak diobati, dapat menyebabkan gagal hati atau disebut sebagai sirosis. Beberapa faktor risiko penyakit ini termasuk autoimunitas, faktor lingkungan, dan faktor genetik.1,2

Penderita hepatitis autoimun bisa menimbulkan gejala seperti kelelahan, demam, mual, sakit perut, penurunan nafsu makan, warna kulit atau mata yang berubah menjadi kuning, perut yang membesar, pembuluh darah seperti laba-laba pada kulit, dan nyeri sendi. Gejala yang timbul bergantung pada tahap peradangan hati penderita. Sebanyak 25%-34% penderita hepatitis autoimun tidak menimbulkan gejala. Penyakit ini dapat mempengaruhi anak-anak, remaja ataupun dewasa namun lebih sering ditemukan pada wanita dewasa.1,3,4,5

Hepatitis autoimun diobati dengan imunosupresan yaitu obat untuk menekan kerja imun, atau kombinasi imunosupresan dengan kortikosteroid. Contoh dari obat tersebut adalah azatioprin dan prednisolon atau prednison. Beberapa efek samping dari pengobatan tersebut termasuk mual, muntah, dan ruam pada kulit. Tujuan dari pemberian obat-obatan ini adalah untuk menghentikan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang hati. Selama pengobatan harus memperhatikan serum transaminase dan kadar IgG darah. Karena pengobatan ini harus dilanjutkan setidaknya selama 3 tahun, dan setidaknya 2 tahun setelah serum transaminase dan kadar IgG dalam darah sudah dalam batas normal. Setelah itu, penghentian terapi dapat dipertimbangkan tergantung dari klinis pasien, tetapi observasi ketat harus dilakukan dengan pengecekan enzim hati secara rutin karena pasien sering kambuh setelah penghentian obat imunosupresan. Jika pasien tidak membaik dengan pemberian obat-obatan dan kondisi penderita sudah parah, transplantasi hati mungkin diperlukan.2,3,4

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun

Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.

Salam sehat bermanfaat,

Jeovania Felia, S.Ked; Winona Jennifer, S.Ked; dr. Rashmeeta

Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI

Referensi

  1. Linzay C, Sharma B, Pandit S. Autoimmune Hepatitis [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021
  2. Tanaka A. Autoimmune Hepatitis: 2019 Update. Gut and Liver. 2020;14(4):430-438.
  3. Lowe D, John S. Autoimmune hepatitis: Appraisal of current treatment guidelines. World Journal of Hepatology. 2018;10(12):911-923.
  4. Czaja A. Diagnosis and Management of Autoimmune Hepatitis: Current Status and Future Directions. Gut and Liver. 2016;10(2):177.
  5. Gerven N, Boer Y, Mulder C, Nieuwkerk C, Bouma G. Auto immune hepatitis. World Journal of Gastroenterology. 2016;22(19):4651.