Anafilaksis merupakan keadaan gawat darurat karena merupakan reaksi alergi berat dan mengancam nyawa. Keadaan anafilaksis dapat menyebabkan berbagai komplikasi jika terlambat untuk ditangani. Komplikasi yang dapat tibul antara lain gagal ginjal, aritmia, serangan jantung, kerusakan otak hingga syok kardiogenik dan kematian. Mortalitas dari anafilaksis kurang dari 1%, dimana sebagian kasus kematian muncul dalalm waktu satu jam setelah paparan alergen yang disebabkan oleh edema saluran pernafasan bagian atas dan spasme bronkus, ataupun hipotensi dan kegagalan sirkulasi. Meskipun angka mortalitas dari anafilaksis rendah, namun penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan. 1,2
Tanda dan gejala anafilaksis yang dapat mengancam nyawa seperti pernapasan sulit atau ada berbunyi, lidah mebengkak, tenggorokan membengkak atau menyempit sulit berbicara atau suara serak, mengi atau batuk terus menerus.3 Pada beberapa kasus anafilaksis umumnya dapat di awali dengan gejala alergi yang tidak terlalu berbahaya seperti pembengkakan wajah, bibir atau mata dan ruam, sakit perut atau muntah. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi beratnya reaksi alergi, termasuk olahraga, cuaca panas, miras dan bagi yang terkena alergi makanan, banyaknya yang dimakan juga akan mempengaruhi. 2
Pada orang dengan riwayat keluarga alergi, menderita asma, pernah memiliki riwayat terjadinya anafilaksis akan memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya anafilatik berulang. Sehingga dibutuhkan pencegahan dengan menghindari segala pemicu. Untuk mengidentifikasi pemicu umumnya akan sulit dan dibutuhkan ketelitian.3 Dokter akan menanyakan sederet pertanyaan yang bisa membantu mencari tahu penyebab yang mungkin, seperti makanan atau obat yang dimakan hari itu, atau terpapar serangga. Pendekatan ini juga akan membantu mengesampingkan kondisi yang terkadang dicampuradukkan dengan anafilaksis, seperti pingsan atau kejang epilepsi.4
Reaksi alergi dan anafilaksis sulit untuk dicegah, terutama bila tidak diketahui pencetusnya. Tindak lanjut untuk mencari pencetus dapat dilakukan tes alergi – biasanya tes darah untuk IgE spesifik terhadap alergen (penyebab alergi), atau tes tusuk kulit guna membantu meneguhkan atau mengesampingkan pemicu yang bisa timbul.4,5
Setelah mengetahui sumber pencetus tersebut perlu dilakukan pengawasan ketat untuk menghindari pencetus tersebut. Pengawasan ketat berupa menghindari, mencegah dan mengontrol paparan dengan pencetus. Membiasakan diri untuk membaca label keterangan pada kemasan makanan, terutama jika memiliki riwayat alergi makanan tertentu. Menggunakan penangkal serangga untuk mencegah terjadi kontak terutama Ketika sedang berada di luar ruangan. Menggunakan alas kaki dengan baik dan benar, menjaga higenitas dan melakukan pengobatan rutin ke dokter dengan memberitahukan menganai riwayat Kesehatan untuk mengontrol dan mencegah terjadinya kekambuhan. Hal ini akan membantu mengendalikan terjadinya kekambuhan anafilaksis, sehingga menurunkan resiko serangan berat. 1,5
Pengelolaan saat terjadinya anafilaksis harus diketahui terutama oleh orang dengan resiko tinggi untuk terkena anafilaksis. Hal yang perlu ditangani pertama kali merupakan menjauhkan dan menghindari paparan terus menerus untuk mencegah terjadinya perburukan dari kondisi tersebut, memanggil bantuan medis. Hal selanjutnya merupakan penggunaan obat injeksi epinefrin yang tatalaksan awal paling tepat untuk anafilaksis, bila penderita sudah membawa obat tersebut dengannya. Epinefrin injeksi akan berbentuk seperti pen, akan lebih baik jika memiliki sediaan untuk penanganan darurat. Sebari menunggu bantuan medis posisikan dengan kedua tungkai bawah teangkat untuk mempertahankan sirkulasi.6

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Referensi:
- McLendon K, Sternard BT. Anaphylaxis. [Updated 2021 Dec 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
- Krčmová I, Novosad J. Anaphylactic symptoms and anaphylactic shock. Vnitr Lek. 2019 Winter;65(2):149-156. English. PMID: 30909706.
- Pflipsen MC, Vega Colon KM. Anaphylaxis: Recognition and Management. Am Fam Physician. 2020 Sep 15;102(6):355-362. PMID: 32931210.
- Castilano A, Sternard B, Cummings ED, Shi R, Arnold T, Bahna SL. Pitfalls in anaphylaxis diagnosis and management at a university emergency department. Allergy Asthma Proc. 2018 Jul 1;39(4):316-321. doi: 10.2500/aap.2018.39.4144. PMID: 30095397.
- Irani AM, Akl EG. Management and Prevention of Anaphylaxis. F1000Res. 2015 Dec 22;4:F1000 Faculty Rev-1492. doi: 10.12688/f1000research.7181.1. PMID: 26918144; PMCID: PMC4754021.
- Okubo Y, Nochioka K, Testa MA. Nationwide Survey of Hospitalization Due to Pediatric Food-Induced Anaphylaxis in the United States. Pediatr Emerg Care. 2019 Nov;35(11):769-773.