Sindrom Sjögren (SS) merupakan salah satu penyakit pada sistem kekebalan tubuh yang mempengaruhi kelenjar air mata dan air liur. Penyakit ini paling banyak ditemukan pada wanita paruh baya (usia 40-60 tahun) dengan rasio 9:1 wanita dibanding pria.1,2
Penyakit sistem kekebalan tubuh ini menyerang seluruh tubuh, terutama gejala yang dimunculkan dapat berupa mata sangat kering, mulut dan bibir kering, vagina kering. Dapat juga melibatkan organ kulit, paru-paru, hati, sistem saraf, ginjal, otot, sendi, darah dan pembuluh darah. Gejala seperti mudah lelah juga signifikan muncul pada 70% penderita SS dan akan mempengaruhi aktivitas fisik serta kualitas hidup.2
Olahraga dapat dikatakan sebagai aktivitas fisik berupa gerakan otot yang menghasilkan pengeluaran energi. Olahraga dibagi menjadi aerobik dan anaerobik. Pada olahraga aerobik akan cenderung menggunakan otot-otot besar, detak jantung akan naik drastis. Olahraga aerobik memberikan waktu yang cukup banyak bagi jantung untuk mengalirkan oksigen sehingga tubuh pun dapat menghasilkan energi tanpa menggunakan sumber lainnya.6 Olahraga aerobik ditambah dengan prinsip CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive training) merupakan aktivitas fisik yang sangat dianjurkan. Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga interval waktu pendek dengan intensitas tinggi contohnya seperti angkat beban, push up, dll.6
Penelitian sebelumnya telah mengkonfirmasi manfaat olahraga aerobik terhadap kondisi radang kronik (lama). Hal ini disebabkan terdapat peningkatan imun, penurunan produksi sel yang memicu peradangan, dan juga olahraga dapat mengeluarkan zat dari otot yang berfungsi sebagai myokine untuk menginduksi respon antiinflamasi. Selain itu, olahraga juga dapat mengurangi kelelahan, meningkatkan mood, kemampuan kognitif dan mobilitas pada penderita SS.
Penderita Sjögren harus mengendalikan tingkat stress agar penyakit lebih terkontrol, dalam kenyataannya stress tidak dapat dihindari sehingga usaha yang dapat dilakukan hanya mengendalikan stress salah satunya dengan olahraga.4,5 Contoh dari olahraga aerobik, yaitu:
- Berjalan cepat (Jogging)
Berjalan cepat atau jogging cukup dengan rekomendasi waktu selama 30 menit dalam 5 hari perminggu. Pada olahraga berjalan cepat akan menaikkan denyut nadi, sasaran peningkatan denyut nadi pada kegiatan berolahraga sekitar 75-85% dari denyut nadi biasanya dengan batas maksimal 220 dikurang umur (220 — umur).7 Berjalan mudah dilakukan karena memang aktivitas sehari-hari.
- Berenang
Berenang direkomendasikan untuk penyintas Sjögren dengan rekomendasi waktu selama 15-30 menit dalam 2-5 kali perminggu. Kondisi mata penderita Sjögren yang kering memerlukan penggunaan kacamata renang dan artificial tears untuk mencegah mata semakin kering karena terkena air kolam renang.4,5
Selain itu, terdapat olahraga seperti yoga yang terbukti dapat menurunkan tingkat stress dan radang sendi. Dengan yoga, tubuh dan pikiran akan membangun toleransi imunologis yang membantu remisi dari tingkat sel untuk mengurangi inflamasi (radang).8
- Yoga
Yoga dapat dilakukan dengan rekomendasi waktu 35-40 menit perhari selama 6 hari perminggu. Beberapa postur pada yoga akan melibatkan kekuatan tubuh, dampaknya akan mengurangi ketegangan otot dan fisik. Yoga juga melibatkan teknik pernapasan yang dapat memicu relaksasi tubuh untuk membantu mengatasi stress.8

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Winona Jennifer; S.Ked, dr. Rashmeeta
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
1. Qin B, Wang J, Yang Z, Yang M, Ma N, Huang F, et al. Epidemiology of Primary Sjögren’s Syndrome: A Systematic Review and Meta-Analysis. Ann Rheum Dis (2015) 74(11):1983–9. 10.1136/annrheumdis-2014-205375
2. Elisabeth M, Samira T, Daniel H, et al. Understanding Fatigue in Sjögren’s Syndrome: Outcome Measures, Biomarkers and Possible Interventions: Front Immunol. 2021; 12: 703079. 10.3389/fimmu.2021.703079
3. Roberto A, et al. Dry eye in Sjögren’s Syndrome (2022). [internet; cited August 10, 2022] https://eyewiki.aao.org/Dry_Eye_in_Sjogren%27s_Syndrome
4. Kassem S, Abdulla W, Nicola L, Micheal L, Howard A, Yehuda S, et al. Physical activity and autoimmune diseases: Get moving and manage the disease. 2018 Jan;17(1):53-72. doi: 10.1016/j.autrev.2017.11.010.
5. David C, Laurel M, et al. The compelling link between physical activity and the body’s defense system. 2019 May;8(3):201-217. doi: 10.1016/j.jshs.2018.09.009.
6. Daniel B, Jane C. What’s the Difference Between Aerobic and Anaerobic? (2018) [Internet; cited August 10, 2022] https://www.healthline.com/health/fitness-exercise/difference-between-aerobic-and-anaerobic#aerobic-benefits
7. Ignatio R, Nawanto A. Penyuluhan Teknik Berjalan Kaki yang Benar bagi Kelompok Lanjut Usia di Gereja Kristen Indonesia Nurdin, Jakarta. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. 2020; 3(1): 284-292.
8. Surabhi G, Madhuri T, Uma K, Rima D, et al. Impact of yoga based mind-body intervention on systemic inflammatory markers and co-morbid depression in active Rheumatoid arthritis patients: A randomized controlled trial. 2019;37(1):41-59.