Asma adalah sebuah penyakit paru-paru yang ditandai dengan sesak nafas, mengi, dan batuk. Penyebab dari asma sendiri cukup beragam yaitu paparan dengan debu, berolahraga, perubahan cuaca, atau infeksi saluran pernafasan atas. Gejala yang ditimbulkan oleh asma sendiri disebabkan oleh adanya peradangan pada saluran nafas kita sehingga saluran udara menjadi sempit.1 Seseorang yang menderita asma tentu ingin sembuh, namun asma tidak dapat disembuhkan secara total. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat asma dapat dikontrol dan penderitanya dapat menjalani aktivitas layaknya orang sehat.
Pengobatan asma sendiri dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu obat pengontrol dan pelega gejala (obat reaksi cepat). Sesuai dengan namanya, obat pengontrol memiliki fungsi untuk menjaga agar serangan asma tidak kambuh dan bekerja dengan jangka waktu yang panjang. Jika pada suatu keadaan tetap terjadi serangan asma, adalah pelega yaitu suatu obat reaksi cepat untuk melegakan jalan nafas dengan segera. Pada umumnya, dokter akan menilai derajat beratnya asma pasien untuk menentukan langkah tatalaksana. Asma dengan derajat berat mungkin akan membutuhkan lebih dari satu jenis obat dan dengan dosis yang lebih tinggi. Mengenai cara pemberiannya, tersedia obat dalam bentuk yang dihisap ataupun diminum.2
Obat pengontrol yang saat ini tersedia di pasaran adalah kortikosteroid, long-acting beta-agonist (LABA), dan pengubah leukotriene. Obat-obatan ini memiliki cara kerja yang berbeda-beda untuk dapat melegakan saluran nafas pasien. Kortikosteroid bekerja dengan mengurangi peradangan, LABA dengan melebarkan jalan nafas, sedangkan pengubah leukotriene mencegah alergi yang dapat menjadi pencetus asma.2 Dokter akan menilai gejala dan kebutuhan pasien untuk kemudian menentukan jenis obat yang paling tepat. Untuk obat kerja cepat, saat ini yang paling baik adalah short-acting beta agonist (SABA) yang digunakan dengan cara inhalasi. Sama dengan LABA, obat ini bekerja dengan melegakan saluran nafas namun dengan waktu kerja yang jauh lebih cepat. Pasien yang mengalami serangan asma akan langsung lega dalam hitungan menit setelah menggunakan SABA. Ipraptropium bromide dan teofilin adalah jenis obat reaksi cepat lainnya. Kekurangan dari kedua obat ini adalah dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk bekerja sehingga dalam kondisi serangan mendadak, SABA lebih direkomendasikan.2
Penggunaan obat-obatan ini aman namun pasien dengan gejala asma yang sangat berat terkadang membutuhkan pengobatan dengan dosis tinggi sehingga bisa muncul efek samping yang kurang dikehendaki. Penggunaan kortikosteroid dengan dosis tinggi dapat menimbulkan bahaya jika digunakan pada jangka waktu yang panjang sehingga sebisa mungkin diberikan dalam bentuk inhalasi. Kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi sendiri pada beberapa kasus dapat menyebabkan osteoporosis, diabetes, infeksi saluran pernafasan, dan pertumbuhan yang terhambat.3 Selain kortikosteroid, LABA juga memiliki efek samping yaitu peradangan pada jalan nafas. Untuk mencegah hal ini, LABA harus selalu diberikan dengan kortikosteroid inhalasi yang memiliki efek meredakan peradangan. Di sisi lain, efek samping pengubah leukotriene paling sering dialami oleh anak-anak. Berbeda dengan obat-obat sebelumnya, efek samping yang ditimbulkan oleh pengubah leukotriene bersifat psikiatrik seperti hiperaktif, mengantuk, dan cemas.4 Untuk obat reaksi cepat, SABA memiliki efek samping yang berbeda yaitu jantung berdebar-debar, tangan gemetar, dan nyeri kepala. Efek samping ini sering muncul pada bentuk obat yang diminum.5
Obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol asma harus diakui memiliki beberapa efek samping, terutama pada obat dalam bentuk sediaan minum. Obat inhalasi jauh lebih aman karena tidak disirkulasikan dalam darah dengan jumlah yang signifikan sehingga pada seluruh kesempatan obat ini akan menjadi pilihan pertama. Akan tetapi, manfaat yang didapat jauh melebihi kemungkinan efek samping yang ditimbulkan sehingga tidak menjadi alasan untuk tidak mengikuti pengobatan dengan baik. Asma yang tidak diobati akan bertambah parah seiring dengan berjalannya waktu dan paru-paru pasien akan semakin sulit dikembalikan pada kondisi sehat.1 Pasien juga sebaiknya menjaga kesehatan secara umum dengan menghindari faktor-faktor pencetus asma seperti asap rokok, debu, polusi, dan kurang stres.
Pada masa ini, beberapa pasien lebih memilih untuk mengobati penyakitnya sendiri. Asma tidak luput dari fenomena ini, banyak dari mereka yang menggunakan obat reaksi cepat seperti SABA tanpa pemahaman yang jelas akan tatalaksana yang sesuai. Perlu diperhatikan bagi mereka yang menggunakan obat reaksi cepat lebih dari yang dianjurkan, konsultasi dengan dokter harus segera dilakukan karena asma yang memburuk menandakan pasien membutuhkan modifikasi dari pengobatannya. Maka dari itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter karena asma adalah sebuah penyakit yang kompleks dan membutuhkan tatalaksana yang komprehensif. Pasien tidak perlu khwatir karena dokter akan selalu memilih obat yang paling aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Selalu konsultasikan apa yang menjadi masalah anda sehingga dokter dapat memberikan tatalaksana yang sesuai dengan harapan pasien.

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Tania Liestary, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
1. Papi A, Brightling C, Pedersen SE, Reddel HK. Asthma. Lancet 2018;391(10122):783-800.
2. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2018. Available from: www.ginasthma.org
3. Heffler E, Madeira LN, Ferrando M, Puggioni F, Racca F, Malvezzi L, et al. Inhaled corticosteroids safety and adverse effects in patients with asthma. J Allergy Clin Immunol Pract 2018;6(3):776-81.
4. Erdem SB, Nacaroglu HT, Karkiner CS, Gunay I, Can D. Side effects of leukotriene receptor antagonists in asthmatic children. Iran J Pediatr. 2015;25:e3313.
5. Billington CK, Penn RB, Hall IP. β2-agonists. Handb Exp Pharmacol 2017;237:23-40.