Sindrom kelelahan kronik adalah suatu penyakit kompleks multisistem yang ditandai dengan kelelahan yang berat, disfungi kognitif, gangguan tidur, disfungsi sistemik, dan juga kelelahan setelah beraktivitas, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Penyebab dari sindrom kelelahan kronik masih kontroversial, rumit, dan belum sepenuhnya dimengerti. Teori-teori menunjukan keterlibatan dari infeksi, sistem imun, dan genetik. Pengendalian dari sistem kelelahan kronik dapat dicapai tanpa penggunaan obat-obatan atau dengan obat-obatan. Tujuan dari penanganan dari sindrom kelelahan kronik adalah untuk meredakan gejala, dimana penanganan dari sindrom kelelahan kronik dari tiap-tiap orang berbeda-beda.1-3
Pengendalian sindrom kelelahan kronik yang pertama adalah dengan menggunakan terapi perilaku dan kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT). Dengan terapi ini, individu dengan sindrom kelelahan kronik dapat mengetahui pentingnya proses pikir dan juga pentingnya bagi perasaan dan tingkah laku individu tersebut. Terapi ini juga membantu mengenali perilaku-perilaku yang membuat individu merasa lebih lelah sehingga dapat di minimalisir. Penelitian juga menunjukan bahwa olahraga dapat mengurangi gejala dari sindrom kelelahan kronik. Individu dengan sindrom kelelahan kronik dapat berolahraga aerobik seperti berjalan, berenang, atau bersepeda 3-5x dalam 1 minggu dengan target durasi setidaknya 5-15 menit tiap sesi, yang ditingkatkan secara bertahap.1,3
Pengendalian sindrom kelelahan kronik juga dapat menggunakan obat-obatan seperti anti nyeri non steroid, yang bekerja dengan meredakan nyeri dan peradangan yang menyertai. Pengobatan lainnya adalah dengan pemberikan antidepresan, yang dapat memperbaiki kualitas tidur, derajat nyeri, dan keparahan dari kelelahannya. Dosis antidepresan yang digunakkan untuk sindrom kelelahan kronik lebih rendah dibandingkan dengan pengobatan untuk depresi. Pengobatan antidepresan juga diberikan atas dasar depresi atau kecemasan yang biasanya timbul berkesinambungan dengan sindrom kelelahan kronik.1,2
Tips dan trik dalam mengendalikan sindrom kelelahan kronik yang pertama adalah dengan mengatur aktivitas harian. Aktivitas harian diatur dengan “pacing”, dimana individu harus mengetahui batas dari aktivitas mental dan fisik mereka dan menjaga agar tidak melewati batasan tersebut. Tujuan dari “pacing” ini adalah keseimbangan dari istirahat dan aktivitas agar tidak terjadi perburukan gejala setelah aktivitas. Perbaikan gejala dari sindrom kelelahan kronik dapat dicapai dengan memperbaiki kualitas tidur. Kualitas tidur dapat diperbaiki dengan memastikan waktu tidur yang cukup, dan dapat dibantu dengan penggunaan obat-obatan atau dengan olahraga. Apabila obat-obatan tidak membantu kualitas tidur, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan apakah adanya gangguan tidur lainnya yang harus ditangani.4,5
Rasa nyeri otot atau sendi pada sindrom kelelahan kronik dapat diatasi dengan melakukan latihan peregangan atau akupuntur. Anti nyeri juga dapat direkomendasikan yang dapat dibeli dengan bebas seperti aspirin atau ibuprofen. Teknik pengaturan pernapasan, relaksasi otot, pijat, yoga, atau tai chi dapat membantu dalam mengurangi rasa cemas dan stres yang mungkin dirasakan oleh individu dengan sindrom kelelahan kronik. Konseling dengan profesional atau CBT juga membantu dalam menemukan strategi untuk menghadapi sindrom kelelahan kronis dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari dan relasi dengan orang orang disekitar.4,5
Konsumsi makanan yang seimbang dan sesuai juga perlu dilakukan, meskipun makanan bukanlah penyebab atau suatu hal yang dapat menyembuhkan. Konsumsi makanan yang tinggi energi seperti nasi, kentang, roti, pasta, atau sereal. Hindari konsumsi makanan yang rendah gula seperti gandum dan biji-bijian yang melepaskan energi dengan lamban. Konsumsi makanan yang sesuai dapat membantu stabilitas dari energi. Konsumsi buah dan sayur, protein, dan hindari makanan yang tinggi dengan tambahan gula atau lemak. Konsumsi air setidaknya 6-8 gelas per hari untuk memastikan asupan cairan yang cukup. Konsumsi suplementasi multivitamin, vitamin B, Q10, dan NADH juga dapat membantu gejala sindrom kelelahan kronik.4-6

Diskusi lanjut dengan Dokter Imun
Jadwal konsultasi praktek Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI dapat dilihat pada link ini. Untuk informasi lebih lanjut, bisa komentar dan bertanya di kolom diskusi dibawah ini, atau isi form kontak untuk berdiskusi via email kepada Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI secara langsung. Follow akun twitter saya di @dokterimun_id, Instagram di @dokterimun.id atau facebook page di Dokter Imun untuk mendapatkan informasi terbaru dan berdiskusi tentang masalah autoimun, alergi, asma, HIV-AIDS dan vaksinasi dewasa. Jangan lupa juga dengarkan podcast Bina Imun untuk mendengarkan rekaman terkini membahas mengenai imunitas, bisa didengarkan di Spotify, Apple Podcast dan Google Podcast.
Salam sehat bermanfaat,
Caroline Ratnasari Sarwono, S. Ked; Rashmeeta, S. Ked
Dr. dr. Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI
Referensi
- Cortes Rivera M, Mastronardi C, Silva-Aldana CT, Arcos-Burgos M, Lidbury BA. Myalgic Encephalomyelitis/Chronic Fatigue Syndrome: A Comprehensive Review. Diagnostics (Basel). 2019;9(3):91.
- Castro-Marrero J, Sáez-Francàs N, Santillo D, Alegre J. Treatment and management of chronic fatigue syndrome/myalgic encephalomyelitis: all roads lead to Rome. Br J Pharmacol. 2017;174(5):345-369.
- Larun L, Brurberg KG, Odgaard-Jensen J, Price JR. Exercise therapy for chronic fatigue syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2017;4(4)
- Treatment of ME/CFS | Myalgic Encephalomyelitis/Chronic Fatigue Syndrome (ME/CFS) | CDC 2021.
- Campagnolo N, Johnston S, Collatz A, Staines D, Marshall-Gradisnik S. Dietary and nutrition interventions for the therapeutic treatment of chronic fatigue syndrome/myalgic encephalomyelitis: a systematic review. J Hum Nutr Diet. 2017;30(3):247-259. doi:10.1111/jhn.12435
- Boulazreg S, Rokach A. The Lonely, Isolating, and Alienating Implications of Myalgic Encephalomyelitis/Chronic Fatigue Syndrome. Healthcare (Basel). 2020;8(4):413. Published 2020 Oct 20. doi:10.3390/healthcare8040413
Terima kasih dok… Artikelnya sangat bermanfaat.
SukaSuka